Abstrak.
Penelitian ini mencoba menganalisis hukum ketenagakerjaan perempuan menurut dinamika tafsir al-Qur’an dan undang-undang di Indonesia. Dalam hal ini analisis kasus kekerasan bagi perempuan disebabkan istri bekerja di luar rumah, bentuk hak dan kewajiban pada perempuan dan bagaimana perlindungannya menurut Agama dan undang-undang. Adanya pro dan kontra terhadap perempuan dalam memperoleh penghasilan untuk penghidupan yang layak. Bahwa perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki dalam memilih pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan dan minatnya serta juga diperlakukan setara tanpa adanya diskriminasi, yang mana juga diatur dalam undang-undang. Perundangan-undangan di Indonesia telah mengalami perdebatan serta perubahan yang berlangsung berkali-kali, sedangkan al-Qur`an tidak adanya perubahan sampai saat ini. Apakah Al-Qur'an mengatur adanya persamaan bekerja bagi laki-laki dan perempuan lalu kemudian bagaimana menanggapi sejarah lahirnya undang-undang ketenagakerjaan perempuan dalam perspektif undang-undang, fiqh, dan al-Qur’an.
Kata Kunci: Al-Qur’an, perundang-undangan Indonesia, pekerja perempuan
KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA BAGI ISTRI PEKERJA
PERSPEKTIF KEADILAN GENDER DALAM ISLAM
Berdasarkan tinjauan seorang psikologis terdapat tiga sumber yang merangsang berkembang kemandirian perempuan Indonesia (Saparimah Sadli 2001), Yaitu: Sebagai konsekuensi dibesarkan dalam kondisi ekonomi keluarga yang serba kekurangan; Sebagai manifestasi tradisi dan sistem sosial yang mendorong kemandirian perempuan sebagai anggota masyarakat; Sebagai konsekuensi dari latar belakang pendidikan dan pengalamannya.
Pemerintah dalam hal ini berusaha menyediakan lapangan kerja untuk warga negaranya bertujuan untuk penghidupan yang lebih dan dapat membantu perekonomian negara. Pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat ditandai dengan tumbuhnya industri- industri baru yang menimbulkan peluang bagi angkatan kerja. Khususnya memberi peluang bagi pekerja perempuan. Tenaga kerja merupakan setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupaun untuk masyarakat. Pasal 27 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Kurangnya kapasitas sumber daya manusia diakibatkan terutama oleh sistem pendidikan dan pelatihan sehingga berakibat terjadinya pengangguran.
Membangun keluarga sakinah, mawadah, warhmah perlu adanya gotong-royong antara suami dan istri, tanpa harus saling mengandalkan. Masalah kekerasan rumah tangga baik terhadap istri, suami dan anak-anak bukan hanya permasalahan yang berdiri sendiri, melainkan ada banyak faktor yang mempengaruhi, seperti faktor pendidikan agama, kesehatan, ekonomi, pekerjaan dan sebagainya, oleh karena itu pemecahan masalah kekerasan dalam rumah tangga harus didekati secara lintas sektoral.
Ada suatu perbedaan antara pria dan perempuan meliputi segi-segi sebagai berikut (Suma'mur, 2005): Fisik, yaitu ukuran dan kekuatan tubuh. Biologis, yaitu adanya haid, kehamilan, menopouse pada perempuan. Hal ini yang mendasari diadakannya aturan-aturan khusus tentang tenaga kerja perempuan yang memerlukan perlindungan sesuai dengan kodratnya sebagai seorang perempuan tanpa melihat di mana mereka bekerja atau tidak melihat jenis kelamin dan atau macam pekerjaannya dan melakukan hubungan kerja dengan pihak yang mempekerjakannya.
Persamaan hak pekerja laki-laki dan pekerja perempuan pada dasarnya telah dijamin dalam konstitusi UUD 1945, Tentang UU Ketenagakerjaan No. 13 Pasal 28 D ayat (2) menegaskan, setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Dalam hal ini negara menjamin adanya perlakuan yang adil terhadap para pekerja, baik dalam hal jenis pekerjaan, penempatan jabatan dalam bekerja, maupun pemberian upah. Meskipun secara normatif terdapat kesamaan hak antara pekerja perempuan dan pekerja laki-laki (Noorchasanah, 2019).
Meski telah dibolehkannya perempuan untuk bekerja menurut pandangan Islam dan hukum positif di Indonesia, akan tetapi pada sebagian keluarga masih ada yang melarang istri untuk beraktifitas di luar rumah, sehingga dengan alasan tidak bolehnya istri bekerja di luar rumah. Banyak dari pihak suami menjadikan istri sebagai budak rumah tangga bahkan tidak sedikit terjadi kekerasan di dalam rumah tangga. Hal ini menjadi problem yang perlu diangkat untuk mencari solusi dan melindungi hak-hak sebagai seorang perempuan.
NB: Artikel lengkapnya bisa menghubungi penulis.
EmoticonEmoticon