Berasal Dari Kudrat Allah, Menuju Rahmat Allah
TUJUAN HIDUP MANUSIA
Manusia diciptakan dengan wujud yang paling sempurna, tidak hanya diberikan nafsu sebagai keindahan dalam kehidupan juga diberi akal sebagai penuntun nafsu dalam hidupnya. Allah SWT. telah menjelaskan dalam Al-Qur’an surat At-Tin ayat 4;
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik baiknya.”
Manusia Allah ciptakan mempunyai tugas dan fungsi tertentu, selain untuk menyatukan lahir dan batinya sebagai kesempurnaan dirinya juga sebagai abdi Allah SWT. di bumi. Bentuk pengabdian tersebut dilakukan melalui Ibadah, sosial kemanusian serta melestarikan alam sebagai sumber kehidupan. Sebagaimana Firman Allah SWT. dalam Al-Qur’an surah Ad-Dzariyaat ayat 56, sebagai berikut;
Artinya: "dan Aku tidak menciptakan jin dan manusi melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku."
Dilengkapi di surah Al-Qashash ayat 77, sebagai berikut;
Artinya: “dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”
Dan semua yang telah dilakukan
manusia selama tugasnya di bumi tidak akan pernah dikenang sepanjang masa
kecuali ia pulang meninggalkan tiga perkara: Sedekah jariah, Ilmu yang manfaat
untuk agama, nusa dan bangsa dan keturunan-keturunan yang baik. Hal tersebut
pernah disabdakan oleh Rasulullah Saw. Yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Abu Dawud,
At-Tirmidzi, Nasa’i dan Ahmad
sebagai berikut;
عَن أبِى
هُرَيْرَة أنَّ رَسُول الله .صَ. قَالَ: إذَا مَاتَ الإنسَانُ انْقَطَعَ
عَمَلُهُ إلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ
اَو عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ, اَووَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُولَهُ (رواه ابو داود)
Artinya: “Jika anak
Adam meninggal, maka amalnya terputus kecuali dari tiga perkara, sedekah
jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang berdoa kepadanya.”
“Siapa orang yang berbicara ketuhanan maka ia harus berbicara kemanusiaan”, sebuah kalimat yang harus menjadi anchor dalam hidup. Ibadah ritual dan ibadah sosial kemanusian, dua hal yang tidak bisa di tinggalkan sebab keduanya saling berkaitan. Kita sudah beribadah ritual tapi lupa dengan sosial kemanusian, ibarat berbicara tanpa berbuat. Karena buah dari kita sholat, kita puasa, kita zakat dan pergi haji adalah membantu kesusahan manusia lain, membantu hal apapun. Ibadah adalah bentuk komunikasi dengan Allah SWT. dan Sosial kemanusian adalah bentuk komunikasi dengan Allah dan manusia lainnya (hablum minallahi wa hablum minannasi). Maka sangat penting sekali, berbuat baik bukan hanya untuk diri kita sendiri juga untuk orang banyak, waalihi, washohbihi wa ajma’ina (kebaikan untuk kita, keluarga kita, kerabat, dan untuk semuanya). Sehingga akan tercapai keadilan sosial bagi sesuluh umat manusia, adanya kesejahteraan manusia. Jika kita berbicara ketuhanan akan tetapi sosial kemanusiaan ditinggalkan atau sebaliknya berbicara kemanusian tapi meninggalkan ketuhanan, maka dapat dipastikan ia hamba yang belum mengenal dirinya, mengenal Allah, dan mengenal RasulNya.
Ada sabda bijak dari Rasul " Siapa yang mengenal dirinya maka ia mengenal Tuhannya."
Dari mana manusia berasal, mau ngapain, dan mau kemana sama siapa?". Pertanyaan klasik ini selalu menarik untuk dijawab oleh umat manusia sepanjang zaman. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut berbagai filosof dan ilmuwan mencoba membangun konsep tersebut. Dalam kenyataannya, jawaban atas pertanyaan ini selalu mengandung kelemahan karena keterbatasan manusia dalam memahami siapa dirinya dan Tuhannya. Karenanya, sejumlah gugatan terhadap konsep manusia hadir di hadapan kita. Permasalahannya adalah mungkinkah kita akan berhasil membangun konsep manusia yang dapat memahami hakikat dirinya dan Tuhannya.
Sebagai seorang khalifah di alam jagat ini, hendaknya kita tahu bahwa diri kita adalah manifestasinya Allah, perwujudan adanya di bumi adalah manusia. Salah satu sifat wajib bagi Allah adalah wujud yang artinya ada, adanya secara wujud haqiqi, tidak ada permulaan dan tidak ada kesudahan dan bersifat qodim (terdahulu) dan baqa’ (kekal). Inilah wujud Allah yang sesungguhnya. Wujud Allah SWT yang haqiqi akan kita bisa lihat di akhirat nanti bagi siapa yang Allah SWT kehendaki. Hal ini tertulis di dalam Al-Qur`an surah Al-Qiyaamah ayat 22-23:
Artinya: “Wajah-wajah
(orang-orang mu’min) pada hari itu berseri-seri (indah). Kepada Rabbnyalah
mereka melihat.”
Diperjelas dalam Al-Qur’an surah Yunus ayat 26, sebagai berikut;
Artinya: “bagi orang-orang yang
berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya. dan muka mereka
tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan. mereka Itulah penghuni
surga, mereka kekal di dalamnya”.
Yang dimaksud dengan tambahannya pada ayat di atas ialah kenikmatan melihat Allah SWT. ayat-ayat yang mulia ini menunjukkan bahwa orang-orang yang beriman akan melihat wajah Allah SWT. dengan mata mereka di akhirat nanti, karena dalam ayat ini Allah SWT. menggandengkan kata “melihat” dengan kata depan “ilaa” yang ini berarti bahwa penglihatan tersebut berasal dari wajah-wajah mereka, artinya mereka melihat wajah Allah SWT. dengan indera penglihatan mereka. Bahkan firman Allah SWT. ini menunjukkan bahwa wajah-wajah mereka yang indah dan berseri-seri karena kenikmatan di surga yang mereka rasakan, menjadi semakin indah dengan mereka melihat wajah Allah SWT. Dan waktu mereka melihat wajah Allah SWT. adalah sesuai dengan tingkatan surga yang mereka tempati, ada yang melihat-Nya setiap hari di waktu pagi dan petang, dan ada yang melihat-Nya hanya satu kali dalam setiap waktu.
Selanjutnya adalah wujud mujazi, wujud yang ada permulaan dan ada kesudahan tidak bersifat Qodim (dahulu) dan Baqa’ (kekal) wujud ini ada bersandarkan Qudrat (kuasa) dan Iradat-Nya (kehendak) Allah SWT. sehingga manusia di katakan wujud mujazinya Allah SWT. dengan wujud itu kita mengenal Allah di alam jagat raya ini dan di dalam diri kita sendiri. Jika ingin mengenal Allah kenalilah diri kita sendiri sebagai manifestasinya Allah SWT. di bumi.
مَنْ عَرَفَ
نَفْسَهُ فَقَدْ عَرَفَ رَبَّهُ
Artinya: "Barangsiapa telah mengenal (hakekat dan kedudukan) dirinya, berarti ia telah mengenal Tuhannya." (Hadits ini disebutkan oleh Al-Mulla Ali Al-Qory di dalam kitab haditsnya "Al-Asrooru Al-Marfu'atu Fil akhbaari Al-Maudhu'ah no.506).
Manusia diberi alat indra dan hati untuk mengenal dirinya, alam semesta, dan Allah SWT. Kita lihat Al-Qur’an surah Al-Insaan ayat 2, berikut ini;
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia
dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah
dan larangan), karena itu Kami jadikan Dia mendengar dan melihat.”
Berangkat dari penjelasan ayat di atas, Allah memberikan alat indra paling utama, yaitu pendengaran, penglihatan (proses menjadi hati ada di artikel sebelumnya). Kebanyakan manusia terlena dan terjebak dengan alat indra ini, ia gunakan kepada hal-hal yang mendatangkan keburukan bukan kebaikan, sehingga alat indra ini mati sebagai fungsi utamanya untuk mengenal dirinya, alam semesta, dan Tuhannya. Ketika kedua alat indra ini Allah matikan sebagai fungsi utamanya walaupun panca indera mereka sehat mereka dipandang tuli, bisu, dan buta oleh karena tidak dapat menerima kebenaran dan kebaikan-kebaikan dalam diri manusia tersebut. Bahkan Allah mengecam serius dalam persoalan ini, kita lihat surah Al-Baqarah ayat 18;
Artinya: “mereka tuli, bisu dan buta, Maka tidaklah
mereka akan kembali (ke jalan yang benar).”
Dipertegas Al-Qur’an surah Al-Hajj ayat 46;
Artinya: “Maka Apakah mereka tidak berjalan di muka bumi,
lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai
telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? karena Sesungguhnya bukanlah
mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada.”
Sebagai seorang makhluk yang
paling sempurna yang dibekali hati dan panca indra hendaklah ia mampu
menggunakannya sebaik-baiknya untuk sadar terhadap jati dirinya dan Allah SWT.
bukan sebaliknya.
Seringkali kita
mengaku sudah kenal Tuhan kita, tapi tak mau patuh dengan perintahNya, bahkan
kita masih berani sembunyi-sembunyi atau terang-terangan melakukan hal yang
dilarang. Punya hati kita gunakan untuk merasa paling pintar dan benar,
merendahkan orang lain, punya telinga kita gunakan untuk mendengar yang tidak
baik, punya mata kita gunakan melihat yang dilarang, punya mulut kita gunakan
untuk mencela, memfitnah, gibah, hasut, dengki, adu domba, punya tangan dan kaki
kita gunakan untuk maksiat, punya kemaluan disalurkan kepada yang haram. Semua
perbuatan buruk yang pernah kita lakukan karna hati kita telah tertutup dan
mati dari kebenaran.
Firman Allah dalam Al-Qur’an surah al-A’raaf ayat 179;
Artinya: “dan Sesungguhnya Kami jadikan
untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai
hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka
mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda
kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya
untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan
mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai.”
Mulai saat ini
sebelum mata ini tertutup selamanya, kita harus sadar bahwa Allah SWT. selalu
mencatat semua perbuatan buruk kita yang nantinya akan dipertanggung jawabkan
di hadapan-Nya.
Jika kita mengakui bahwa kita kenal Tuhan kita Allah SWT. dan kenal diri kita sebagai manifestasi-Nya di bumi ini, kita akan memberikan haknya yang baik untuk jasad ( kepala, telinga, mata, mulut, perut, tangan, kaki dsb.), hak hati dan hak ruh kita. Dan kita harus siap melakukan tugas kita sebagai manusia baik dalam keadaan senang ataupun tidak senang mewujudkan sifat kasih dan sayangnya Allah SWT. kepada makhlauk lainnya di bumi, juga harus mampu berpikir positif dalam semua keadaan. Sehingga pertanyaan "dari mana manusia berasal, mau ngapain, dan mau kemana sama siapa?". dapat kita jawab. (wallahu a`lam bishowab).
EmoticonEmoticon