" Hakikat kurban adalah menyembelih sifat buruk dalam diri kita "
IDUL ADHA
`Id secara bahasa
artinya `aada, ya`udu artinya kembali, sedangkan adha diambil dari kata adhat
berasal dari kata Udhiyyah, artinya kurban. Secara istilah Idul
Adha adalah kembalinya bersyukur merayakan hari kemenangan dengan melaksankan
ibadah dan berqurban. Dasar pelaksanaannya dalam surah al-Kautsar ayat
2, surah Ibrahim ayat 102-108.
Bulan Dzulhijjah
adalah salah satu dari empat bulan haram (dimuliakan), yaitu Rajab, Dzulqo’dah, Dzulhijjah
dan Muharram. Keutamaaan yang Allah tetapkan di empat bulan haram tersebut
adalah dilipatgandakannya pahala bagi seorang yang mengerjakan amalan saleh,
sehingga seorang hamba akan lebih giat melakukan amalan kebaikan pada
bulan-bulan tersebut. Begitu pula, perbuatan dosa yang dilakukan di dalamnya
menjadi lebih besar di sisi Allah, sehingga seorang hamba bisa meraih ketakwaan
yang lebih tinggi dari bulan-bulan sebelumnya, dengan semakin menjauhi
kemaksiatan-kemaksiatan. Dengan demikian, kebahagiaan, ketentraman, dan
keselamatan di dunia dan akhirat bisa terwujud.
Bulan Dzulhijjah
sebagai salah satu bulan haram memiliki keistimewaan, di antaranya:
A. KEUTAMAAN BULAN DZULHIJAH
1. Dari Abu Bakrah radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الزَّمَانُ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ
السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ
حُرُمٌ ، ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ
وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ
“Sesungguhnya zaman berputar sebagai mana
ketika Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun ada dua belas bulan.
Diantaranya ada empat bulan haram (suci), tiga bulan berurutan: Dzulqo’dah,
Dzulhijjah, dan Muharram, kemudian bulan Rajab suku Mudhar, antara Jumadi Tsani
dan Sya’ban.” (HR. Al Bukhari & Muslim).
2. Dari Abu Bakrah radhiallahu ‘anhu,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
شَهْرَانِ
لاَ يَنْقُصَانِ شَهْرَا عِيدٍ رَمَضَانُ وَذُو الْحَجَّةِ
“Ada dua bulan yang pahala amalnya tidak
pernah berkurang, kedua bulan itu adalah bulan id: bulan Ramadhan dan bulan
Dzulhijjah.” (HR. Al Bukhari & Muslim).
3. Dari Ibn Abbas radhiallahu ‘anhu, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ
إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ ». يَعْنِى أَيَّامَ الْعَشْرِ. قَالُوا يَا
رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ « وَلاَ الْجِهَادُ
فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ
مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ
“Tidak ada hari dimana suatu amal shaleh lebih
dicintai Allah melebihi amal saleh yang dilakukan di sepuluh hari ini (sepuluh
hari pertama Dzulhijjah).” Para sahabat bertanya: Wahai Rasulullah,
termasuk lebih utama dari jihad fi sabilillah? Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: “Termasuk lebih utama dibanding jihad fi sabilillah. Kecuali
orang yang keluar dengan jiwa dan hartanya (ke medan jihad), dan tidak ada
satupun yang kembali (mati dan hartanya diambil musuh).” (HR. Al Bukhari,
Ahmad, Abu Daud, dan At Turmudzi)
4. Dari Abu Qatadah radhiallahu ‘anhu,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
صِيَامُ
يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى
قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَه
“…puasa hari ‘arafah, saya berharap kepada
Allah agar menjadikan puasa ini sebagai kaffarah satu tahun sebelumnya dan satu
tahun setelahnya..” (HR. Ahmad & Muslim)
5. Dari Uqbah bin Amir radhiallahu ‘anhu,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يوم عرفة ،
ويوم النحر ، وأيام التشريق ، عيدنا أهل الإسلام وهي أيام أكل وشرب
“Hari Arafah, hari berqurban, dan hari tasyriq
adalah hari raya kita, wahai kaum muslimin. Itu adalah hari makan dan minum.”
(HR. Ahmad, Muslim, Abu Daud, & Turmudzi)
6. Dari A’isyah radhiallahu ‘anha, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ
يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللَّهُ فِيهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ مِنْ
يَوْمِ عَرَفَةَ وَإِنَّهُ لَيَدْنُو ثُمَّ يُبَاهِى بِهِمُ الْمَلاَئِكَةَ
فَيَقُولُ مَا أَرَادَ هَؤُلاَءِ
“Tidak satu hari dimana Allah paling banyak
membebaskan seseorang dari neraka melebihi hari arafah. Sesungguhnya Dia
mendekat, kemudian Dia membangga-banggakan mereka (manusia) di hadapan
malaikat. Dia berfirman: Apa yang mereka inginkan?” (HR. Muslim, An Nasa’i, dan
Al Hakim).
Kita semua
mengenal bahwasanya bulan Dzulhijjah adalah bulan kedua belas dan terakhir dari
penanggalan kalender Hijriyah. Pada bulan Dzulhijjah juga masyarakat biasa
menyebutnya bulan haji karena pada tanggal 9 di bulan ini (dzulhijjah) kaum
muslimin yang beribadah haji melaksanakan wukuf di Arafah sementara yang tidak
beribadah haji melaksanakan puasa sunnah Arafah. Kemudian pada tanggal 10 di
bulan ini umat Islam memperingati hari raya Idul Adha atau kita biasa mengenal
dengan hari raya kurban. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَأَذِّنْ
فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ
كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ
فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ
“Dan berserulah kepada manusia untuk
mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan
mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh, supaya
mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama
Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan
kepada mereka berupa binatang ternak.” (QS. Al-Hajj: 27-28)
Dalam rangka
menyambut bulan Dzulhijjah, umat muslim dianjurkan untuk memperbanyak amal
saleh karena pahala dari apa yang kita kerjakan akan dilipatgandakan oleh
Allah. Dari Ibnu Umar dari Nabi bersabda, “Tidak ada kumpulan hari yang amal
saleh lebih dicintai oleh Allah melebihi amal saleh yang dikerjakan pada
hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah).” Para sahabat
bertanya: “Tidak pula jihad di jalan Allah?” Nabi menjawab: “Tidak pula jihad
di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya
namun tidak ada yang kembali satupun.” (HR. Al-Bukhari, Abu Dawud dan Ibnu
Majah)
B. B. Amalan-amalan saleh yang dianjurkan
pada bulan Dzulhijjah
1. 1. Puasa Arafah
Puasa Arafah
adalah puasa sunah yang dijalankan pada tanggal 09 Dzulhijjah tahun hijriyah.
Puasa Arafah dianjurkan bagi umat muslim yang tidak sedang melaksanakan ibadah
haji di Makkah. Cara melaksanakan puasa arafah sama seperti puasa sunah
lainnya.
Dari Abu Qotadah, ia berkata bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صِيَامُ
يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى
قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ
عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ
“Puasa Arafah (9 Dzulhijjah) dapat
menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyuro (10
Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim no. 1162)
2. 2. Takbir dan Dzikir
مَنْ
قَامَ لَيْلَتَىِ الْعِيدَيْنِ لِلَّهِ مُحْتَسِبًا لَمْ يَمُتْ قَلْبُهُ يَوْمَ
تَمُوتُ الْقُلُوبُ
“Siapa yang menghidupkan malam Idul Fitri dan
Idul Adha karena mengharap pahala dari Allah, hatinya tidak akan mati pada hari
semua hati itu mati.” (HR. Ibnu Majah, no. 1782.)
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Semua
hadis tentang hal ini daif. Imam Syafi`i dan ulama Syafi`iyah tetap menganjurkan
menghidupkan malam Id, walaupun hadis ini daif karena hadis ini seputar
fadhilah amal sehingga tidaklah masalah.” (Al-Majmu’, 5:43)
Imam Syafi`i
rahimahullah berkata, “Doa itu dianjurkan pada lima waktu: (1) malam Jumat, (2)
malam Idul Adha, (3) malam Idul Fitri, (4) malam pertama Rajab, (5) malam nisfu
Syakban.” (Al-Majmu’, 5:43)
Menurut pendapat
yang kuat sebagaimana yang dipilih An-Nawawi bahwa bertakbir ketika Idul Adha
dimulai sejak : setelah shalat shubuh pada hari Arofah (9 Dzulhijah) hingga
shalat Ashar pada akhir hari tasyriq (13 Dzulhijah). Setelah itu takbir
tersebut selesai.
Perbanyak dzikir
termasuk bertahlil, bertasbih, beristigfar, bertahmid, bertakbir dan
memperbanyak doa merupakan suatu amalan yang dianjurkan pada bulan ini, tidak
hanya dijalankan pada bulan Dzulhijjah saja tetapi juga dibiasakan pada
keseharian hidup kita. Ibnu ‘Abbas berkata, “Berdzikirlah kalian pada Allah di
hari-hari yang ditentukan yaitu 10 hari
pertama Dzulhijah dan juga pada hari-hari tasyriq.” Ibnu ‘Umar dan Abu Hurairah
pernah keluar ke pasar pada sepuluh hari pertama Dzulhijah, lalu mereka
bertakbir, lantas manusia pun ikut bertakbir. Muhammad bin Ali pun bertakbir
setelah shalat sunnah”
3. 3. Menunaikan Ibadah Haji dan Umroh
Ibadah haji
merupakan salah satu ibadah dari rukun Islam yang kelima, dan wajib dikerjakan
oleh setiap muslim bagi yang mampu mengerjakan baik secara finansial maupun
fisik.
وَأَتِمُّواْ ٱلۡحَجَّ
وَٱلۡعُمۡرَةَ لِلَّهِۚ فَإِنۡ أُحۡصِرۡتُمۡ فَمَا ٱسۡتَيۡسَرَ مِنَ ٱلۡهَدۡيِۖ
وَلَا تَحۡلِقُواْ رُءُوسَكُمۡ حَتَّىٰ يَبۡلُغَ ٱلۡهَدۡيُ مَحِلَّهُۥۚ فَمَن
كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوۡ بِهِۦٓ أَذٗى مِّن رَّأۡسِهِۦ فَفِدۡيَةٞ مِّن
صِيَامٍ أَوۡ صَدَقَةٍ أَوۡ نُسُكٖۚ فَإِذَآ أَمِنتُمۡ فَمَن تَمَتَّعَ بِٱلۡعُمۡرَةِ
إِلَى ٱلۡحَجِّ فَمَا ٱسۡتَيۡسَرَ مِنَ ٱلۡهَدۡيِۚ فَمَن لَّمۡ يَجِدۡ فَصِيَامُ
ثَلَٰثَةِ أَيَّامٖ فِي ٱلۡحَجِّ وَسَبۡعَةٍ إِذَا رَجَعۡتُمۡۗ تِلۡكَ عَشَرَةٞ
كَامِلَةٞۗ ذَٰلِكَ لِمَن لَّمۡ يَكُنۡ أَهۡلُهُۥ حَاضِرِي ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِۚ
وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلۡعِقَابِ ٱلۡحَجُّ
أَشۡهُرٞ مَّعۡلُومَٰتٞۚ فَمَن فَرَضَ فِيهِنَّ ٱلۡحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا
فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي ٱلۡحَجِّۗ وَمَا تَفۡعَلُواْ مِنۡ خَيۡرٖ يَعۡلَمۡهُ ٱللَّهُۗ
وَتَزَوَّدُواْ فَإِنَّ خَيۡرَ ٱلزَّادِ ٱلتَّقۡوَىٰۖ وَٱتَّقُونِ يَٰٓأُوْلِي ٱلۡأَلۡبَٰبِ
196. “Dan sempurnakanlah ibadah haji dan
'umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena
sakit), maka (sembelihlah) kurban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur
kepalamu, sebelum kurban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di
antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka
wajiblah atasnya berfidyah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkurban.
Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan 'umrah
sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) kurban yang mudah
didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang kurban atau tidak mampu),
maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila
kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian itu
(kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di
sekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). Dan
bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.”
197. “(Musim) haji adalah beberapa bulan yang
dimaklumi, barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan
mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan
di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan,
niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal
adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.” (QS. Al
Baqarah [2]; ayat: 196-197)
Dan QS. Ali-Imran
yat 97, sebagai berikut:
…
وَلِلَّهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلۡبَيۡتِ مَنِ ٱسۡتَطَاعَ إِلَيۡهِ سَبِيلٗاۚ
وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ ٱلۡعَٰلَمِينَ
(Di antara) kewajiban manusia terhadap
Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, (yaitu bagi) orang yang
mampu mengadakan perjalanan ke sana. Siapa yang mengingkari (kewajiban haji),
maka sesungguhnya Allah Maha kaya (tidak memerlukan sesuatu pun) dari seluruh
alam." (QS. Ali-Imran: 97)
4. 4. Berqurban
Hari raya Idul
Adha atau sering dikenal dengan hari raya qurban, karena pada tanggal 10
Dzulhijjah tersebut, umat Islam berlomba-lomba menyisihkan sebagian hartanya
untuk membeli kambing, lembu atau unta untuk disembelih setelah shalat hari
raya Idul Adha dilaksanakan dan tiga hari setelahnya atau yang kita kenal
dengan hari tasyrik. Udhiyah atau menyembelih hewan qurbah disyariatkan oleh
Allah. sebagaiman firman Allah dalam surat al-kautasar/08: 2 “Dirikanlah
shalat dan berqurbanlah (an-nahr). Para Jumhur ulama menafsirkan ayat tersebut
dengan “Berkurbanlah pada hari Idul Adha (yaum an-Nahr). Udhiyah merupakan
bentuk rasa cinta dan ketaqwaan seorang muslim kepada Allah. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman,
لَن يَنَالَ ٱللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا
دِمَآؤُهَا وَلَٰكِن يَنَالُهُ ٱلتَّقۡوَىٰ مِنكُمۡۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمۡ
لِتُكَبِّرُواْ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُمۡۗ وَبَشِّرِ ٱلۡمُحۡسِنِينَ
“Daging-daging
unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi
ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah
menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya
kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik”.
(QS. Al-Hajj/22; ayat: 37)
Ibadah kurban sebaiknya dilakukan tiap muslim yang mampu di bulan Dzulhijjah saat
perayaan Idul Adha. Dalam hadit dijelaskan, kurban adalah salah satu amalan
yang dicintai Allah SWT
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم-
قَالَ « مَا عَمِلَ ابْنُ آدَمَ يَوْمَ النَّحْرِ عَمَلاً أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ
عَزَّ وَجَلَّ مِنْ هِرَاقَةِ دَمٍ وَإِنَّهُ لَيَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ
بِقُرُونِهَا وَأَظْلاَفِهَا وَأَشْعَارِهَا وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ
اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ عَلَى الأَرْضِ فَطِيبُوا
بِهَا نَفْسًا »
Dinarasikan
Aisyah, Rasulullah SAW mengatakan, "Tidaklah pada hari nahr manusia
beramal suatu amalan yang lebih dicintai Allah SWT daripada mengalirkan darah
dari hewan kurban. Ia akan datang pada hari kiamat dengan tanduk, kuku, rambut
hewan kurban tersebut. Dan sungguh, darah tersebut akan sampai kepada (ridho)
Allah SWT sebelum tetesan darah tersebut jatuh ke bumi, maka bersihkanlah jiwa
kalian dengan berkurban." (HR Tirmidzi).
C.
Amalan-Amalan
Sunah pada Idul Adha
1.
Mandi Sunah Idul Adha
2.
Menggunakan pakaian
terbaik
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kami untuk memakai pakaian terbaik
yang kami miliki pada dua hari raya dan memakai minyak wangi” (HR. Hakim)
3.
Memakai wangi-wangian
4.
Tidak makan sebelum
shalat Id
Dari ‘Abdullah bin
Buraidah, dari ayahnya, ia berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لاَ يَغْدُو يَوْمَ
الْفِطْرِ حَتَّى يَأْكُلَ وَلاَ يَأْكُلُ يَوْمَ الأَضْحَى حَتَّى يَرْجِعَ
فَيَأْكُلَ مِنْ أُضْحِيَّتِهِ
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berangkat shalat ‘ied pada hari Idul Fitri
dan beliau makan terlebih dahulu. Sedangkan pada hari Idul Adha, beliau tidak
makan lebih dulu kecuali setelah pulang dari shalat ‘id baru beliau menyantap
hasil qurbannya.” (HR. Ahmad, 5:352. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa
hadis ini hasan)
5.
Datang Lebih awal
6.
Berjalan kaki menuju
tempat ibadah
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berangkat shalat ‘id dengan berjalan kaki,
begitu pula ketika pulang dengan berjalan kaki.” (HR. Ibnu Majah)
7.
Melewati jalan yang
berbeda antara pergi dan pulang
Dalam sebuah hadis
disampaikan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika shalat ‘Id, beliau
lewat jalan yang berbeda ketika berangkat dan pulang.“ (HR. Al Bukhari).
8.
Mengajak seluruh
anggota keluarga, baik yang sudah baligh maupun belum.
D.
Tata
Cara Melaksanakan Sholat Idul Adha
1.
Hukum shalat Id adalah
sunnah muakkad.
2. Shalat Id disunnahkan
dilakukan berjamaah. Akan tetapi, shalat Id berjamaah bukan jadi syarat untuk
shalat Id, artinya masih dibolehkan shalat Id sendirian.
3. Shalat Id dilakukan
dengan dua rakat, juga shalat Id tidak disyaratkan dilakukan di masjid atau
musala.
4.
Bagi yang shalat Id
sendirian, maka tidak perlu memakai khutbah.
5. Jika shalat Id
dilakukan di rumah secara berjamaah (dengan istri dan anak-anak), disunnahkan
untuk berkhutbah. Karena maksud khutbah adalah sebagai nasihat.
6. Waktu shalat Id di
rumah adalah antara waktu terbit matahari hingga waktu zawal (matahari
tergelincir ke barat). Akan tetapi, disunnahkan untuk mengundur waktu shalat Id
hingga matahari meninggi setinggi tombak (kira-kira 15 menit setelah matahari
terbit).
7.
Tata cara shalat Id sama
seperti shalat pada umumnya.
8.
Setelah
takbiratul ihram pertama membaca doa iftitah (istiftah) sebagaimana shalat lainnya.
9. Setelah
membaca doa iftitah, melakukan takbir tambahan (zawaid) sebanyak
tujuh kali pada rakaat pertama (selain takbir untuk takbiratul ihram dan takbir
turun rukuk). Sedangkan pada rakaat kedua, melakukan takbir tambahan sebanyak
lima kali (selain takbir bangkit dari sujud dan takbir turun rukuk). Jika
takbir tambahan (zawaid) ini hanya sunnah, sehingga
kalau luput tidak mesti diulangi. Jika ada makmum yang masbuk saat takbir zawaid, cukup mengikuti sisa takbir yang ada
tanpa qadha’.
10. Setiap kali takbir zawaid disunnahkan
mengangkat tangan dan kembali bersedekap.
11. Di antara takbir zawaid (tambahan), disunnahkan berhenti sejenak
sekadar membaca satu ayat pertengahan. Saat itu bisa membaca takbir atau
mengagungkan Allah. Yang paling bagus di antara takbir zawaid adalah membaca:
SUBHANALLAH WAL HAMDU LILLAH WA LAA ILAHA ILLALLAH WALLAHU AKBAR.
12. Setelah takbir zawaid, membaca surah Al-Fatihah. Setelah surah
Al-Fatihah dianjurkan membaca surah Qaf pada rakaat pertama dan surah Al-Qamar
pada rakaat kedua, atau membaca surah Al-A’laa pada rakaat pertama dan surah
Al-Ghasyiyah pada rakaat kedua.
13. Bacaan surah saat shalat Idul Fitri
dikeraskan (jahr), begitu pula dengan bacaan takbir.
E.
Syarat
sah shalat Idul Adha
1. Beragama Islam. Shalat tidak wajib bagi orang
kafir
2.
Berakal sehat. Sholat tidak wajib bagi
orang gila
3.
Sudah balig. Sholat tidak wajib bagi
anak kecil sampai dia mengalami mimpi basah
4.
Sudah masuk waktu Sholat. Dikerjakan
sesuai dengan waktu pelaksanaannya
5.
Bersih dari darah haid dan nifas
F. F. Tata Cara
Penyembelihan Hewan Qurban
penyembelihan
hewan kurban harus memenuhi empat rukun yaitu
1.
pekerjaan menyembelih (Dzabhu),
2.
orang yang menyembelih (dzabih),
penyembelih harus orang Islam
3.
hewan yang disembelih, harus sudah
cukup umur (kambing biasa sudah cukup 1 tahun lebih, kambing domba minimal
sudah berganti gigi, sapi/kerbau sudah
cukup 2 tahun lebih, onta sudah cukup 5 tahun lebih. Juga sehat, tidak cacat
batin atau fisik, tidak berpenyakit.
4.
alat untuk menyembelih, harus
ditajamkan.
Para ulama
sepakat bahwa semua hewan ternak boleh dijadikan untuk kurban. Hanya saja ada
perbedaan pendapat mengenai mana yang lebih utama dari jenis-jenis hewan
tersebut. Imam Malik berpendapat bahwa yang paling utama adalah kambing atau
domba, kemudian sapi, lalu unta. Sedangkan Imam al-Syafi’i berpendapat
sebaliknya, yaitu yang paling utama adalah unta, disusul kemudian sapi, lalu
kambing (Ibn Rusyd I:315).
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا
اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ
"Dan bagi
tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka
menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah
kepada mereka." (QS. Al-Hajj: 34)
Namun yang lebih penting dari itu,
seorang yang hendak berkurban harus memperhatikan kriteria-kriteria dari hewan
yang akan disembelihnya. Menurut Musthafa kriteria-kriteria tersebut
diklasifisikasikan sesuai dengan usia dan jenis hewan kurban, yaitu:
1.
Domba (dha’n) harus mencapai minimal
usia satu tahun lebih, atau sudah berganti giginya (al-jadza’).
2.
Kambing kacang (ma’z) harus mencapai
usia minimal dua tahun lebih.
3.
Sapi dan kerbau harus mencapai usia
minimal dua tahun lebih.
4.
Unta harus mencapai usia lima tahun
atau lebih.
Sebagaimana terdapat dalam kitab
Kifayatul Akhyar,
ويجزئ فيها الجذع من الضأن والثني من المعز والثني من
الإبل والثني من البقر
Umur hewan kurban adalah Al-Jadza’u (Domba yang berumur
6 bulan-1 tahun), dan Al-Ma’iz (Kambing jawa yang berumur 1-2 tahun), dan
Al-Ibil (Unta yang berumur 5-6 tahun), dan Al-Baqar (Sapi yang berumur 2-3
tahun).
Maka tidak sah melaksanakan kurban
dengan hewan yang belum memenuhi kriteria umur sebagaimana disebutkan, entah
itu unta, sapi maupun kambing. Karena syari’at telah menentukan standar minimal
umur dari masing-masing jenis hewan kurban yang dimaksud, jika belum sampai
pada umur yang telah ditentukan maka tidak sah berkurban dengan hewan tersebut,
jika telah sampai pada umur atau bahkan lebih maka tidaklah mengapa, asalkan
tidak terlalu tua sehingga dagingnya kurang begitu empuk untuk dimakan.
Adapun ketentuan berkurban, seekor
kambing atau domba diperuntukkan untuk satu orang, sedangkan unta, sapi dan
kerbau diperuntukkan untuk berkurban tujuh orang.
Ketentuan ini dapat disimpulkan dari hadits berikut:
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ نَحَرْنَا مَعَ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الْحُدَيْبِيَةِ
الْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ
Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah, “Kami telah
menyembelih kurban bersama Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam pada tahun
Hudaibiyah seekor unta untuk tujuh orang dan seekor sapi juga untuk tujuh
orang.” (Hadits Shahih, riwayat Muslim: 2322, Abu Dawud: 2426, al-Tirmidzi:
1422 dan Ibn Majah: 3123).
Hadits
menjelaskan tentang berkurban dengan seekor domba yang dilakukan oleh
Rasulullah Muhammad shallallâhu ‘alaihi wasallam:
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِكَبْشٍ أَقْرَنَ فَأُتِيَ بِهِ لِيُضَحِّيَ بِهِ
فَقَالَ لَهَا يَا عَائِشَةُ هَلُمِّي الْمُدْيَةَ (يعني السكين) ثُمَّ قَالَ
اشْحَذِيهَا بِحَجَرٍ فَفَعَلَتْ ثُمَّ أَخَذَهَا وَأَخَذَ الْكَبْشَ فَأَضْجَعَهُ
ثُمَّ ذَبَحَهُ ثُمَّ قَالَ بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ
وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ ثُمَّ ضَحَّى بِهِ.
“Dari Aisyah radliyallâhu ‘anhâ,
menginformasikan sesungguhnya Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam menyuruh
untuk mendatangkan satu ekor domba (kibas) yang bertanduk . Kemudian domba itu
didatangkan kepadanya untuk melaksanakan kurban. Beliau berkata kepada Aisyah:
Wahai Aisyah, ambilkan untukku pisau (golok). Nabi selanjutnya memerintahkan
Aisyah: Asahlah golok itu pada batu (asah). Aisyah kemudian melakukan
sebagaimana yang diperintahkan Rasulullah. Kemudian Nabi mengambil golok itu
dan mengambil domba (kibasy), kemudian membaringkannya, dan menyembelihnya
sambil berdoa: Dengan nama Allah, wahai Allah terimalah dari Muhammad dan
keluarga Muhammad dan umat Muhammad, beliau berkurban dengan domba itu”.
(Hadits Shahih Riwayat Muslim 1967).
Wallahu 'Alam bishowab
Referensi
Imam
Nawawi, Al-Majmu' Syarh al-Muhadzdzab, jilid 5
Taqiyuddin
Abu Bakar Muhammad Al Hushni Al Husaini Ad-Dimasyq, Kifayatul Akhyar, Jilid
2
Ibnu Hajar Al 'Asqalani, Kitab Bulughul Maram, Bab Udiyyah (Qurban)
H.
Syaikh Prof. Dr. Muhammad Az-Zuhaily, Al-Mu’tamad fii Al-Fiqh Asy-Syafii,
Penerbit Darul Qalam, 1436.