Kamis, 29 Juni 2023

6 Kunci Kebahagiaan Hidup Rasulullah SAW.

Tags

 




" Pintu yang terkunci takan bisa dibuka sekeras apapun berusaha membukanya, kebahagian dunia dan akhirat takan bisa dimasuki bagi orang yang tidak memiliki kuncinya, sekeras apapun ia membukanya."




6 KUNCI KEBAHAGIAAN HIDUP RASULALLAH SAW.


Hari-hari ini kita merasakan berbagai macam problem yang menghimpit. Ekonomi yang sulit dan di sisi lain harga-harga kebutuhan sehari-hari terus bergerak naik, musim yang tidak menentu, wabah penyakit terjadi di mana-mana.

Saya harus memandang dan menyadari bahwa hal-hal tersebut merupakan peringatan dari Allah bagi kita semua agar kembali kepada Allah, kembali bertakwa kepada Allah. Ini adalah cara pandang yang diajarkan oleh junjungan kita Nabi Muhammad SAW. yaitu agar kita mengambil hikmah dari kejadian-kejadian yang tiada lain merupakan kehendak Allah.

Menyikapi kejadian-kejadian diatas, Rosulullah Saw memerintahkan kita semua agar bertaubat, banyak beristighfar, berdzikir, berdoa dan bersedekah. Rasulullah mencontohkan contoh kepada kita, Beliau banyak beristighfar setiap harinya, bukan karena Beliau mempunyai dosa karena nabi-nabi bersifat ma’shûm (dijaga dari dosa), tetapi karena Beliau merasa belum mampu benar-benar bersyukur, dalam arti belum mampu menggunakan bermacam-macam nikmat yang diberikan Allah untuk mencapai ridha-Nya.

Pertama tama saya mengingatkan diri saya sendiri juga semua pembaca agar kita semua senantiasa bertakwa kepada Allah, takut kepada Allah, yaitu diwujudkan dengan senantiasa mengikuti aturan-aturan-Nya. Tingkah laku kita sehari-hari yang sudah sesuai dengan aturan-aturan Allah mari kita langgengkan, syukur-syukur kita tingkatkan. Dan apabila masih ada dalam tingkah laku kita sehari-hari yang tidak sesuai dengan aturan-aturan Allah mari cepat-cepat kita benahi, kita betulkan mumpung kita semua masih diberi kesempatan.

Ada kunci Rasulullah SAW. bagi kita yang hari ini bingung harus melakukan apa menjalani hidup ini:

1. membiasakan sifat malu yang positif. Malu (al-haya') adalah kunci keutamaan sebab rasa malu membuat Muslim bersikap hati-hati untuk tidak berbuat maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya. Rasul lalu menyatakan, "Orang yang betul-betul merasa malu di hadapan Allah hendaklah menjaga kepala berikut isinya (pikiran positif), menjaga perut berikut isinya (makanan dan minuman yang halal dan baik), dan mengingat mati serta musibah. Siapa yang menginginkan kebahagiaan akhirat, hendaklah meninggalkan perhiasan dunia. Siapa yang sudah melakukan itu semua, berarti telah betul-betul memiliki rasa malu." (HR Tirmidzi).

2. Bersyukur karena ia merupakan kunci peningkatan rezeki.

3. Bertutur kata dan komunikasi yang baik (al-kalâm al-thayyib). Hal ini merupakan kunci terbukanya hati dan pikiran. Komunikasi dan tutur kata yang baik adalah sedekah. Sedekah yang paling ringan dan mudah adalah memberi senyuman kepada sesama.

4. Berbakti kepada kedua orang tua. Sikap ini merupakan kunci keridhaan dan kesuksesan hidup. Keridhaan dan doa orang tua merupakan pintu masuk segala kebaikan dan keberkahan hidup. tidak usah mencari keramat untuk meminta doa jikalau masih ada kedua orangtua. Tidak ada doa yang cepat terkabul kecuali doanya orangtua. Jika orang tua punya salah kita maafkan, jika kita punya salah segera meminta maaf. Rasul berpesan kepada kita "Ridha Allah tergantung ridha orangtua dan murka Allah juga tergantung murka kedua orangtua." (HR. Tirmidzi) Inilah kunci kebahagian paling penting di antara 5 kunci yang lainnya.

5. Menghiasi diri dengan sifat kanaah (merasa berkecukupan). Sifat ini merupakan kunci kekayaan. Orang yang bersifat kanaah tidak akan serakah dan egois sehingga ia tidak mudah tergoda oleh kekayaan duniawi. 

6. Konsisten dan teguh pendirian (al-mudawamah wa al-istiqâmah) dalam berdoa. lebih baik banyak berdoa daripada kita mengeluh.

Kunci semua itu adalah aktualisasi iman, ilmu, amal, sebagai modal spiritual dan kendaraan hidup. Jika semuanya diaktualisasikan dengan baik, niscaya janji Allah pasti akan dipenuhi. Semoga Allah SWT. Selalu memberikan taufik dan inayah-NYA untuk kita sekalian. Sehingga kita dapat menjalani hidup ini semakin hidup dengan melakukan 6 kunci ala Rasulullah di atas.

Wallâhu `alam


Kamis, 08 Juni 2023

ORANGTUA MENDIDIK ANAK WAJIB ATAU SUNAH SIH...??

Tags

 



" Anak Ibarat Kertas Kosong, bagaimana kita melukisnya. Akhlak dan Ilmu ibarat lukisan paling indah di alam semesta ini."



 

Setiap manusia dilahirkan dalam keadaan kosong, mulai dari bayi (anak) sampai tua. Allah bekali ruh, jasad berserta panca indranya sebagai modal untuk kehidupannya kelak. Terbentuknya hati dan jiwa seseorang tergantung bagaimana ia memasukan data-data positif atau negatif dalam hidupnya. (Terbentuknya jiwa dan hati pada manusia, ada diartikel sebelumnya)

Orang tua merupakan sosok panutan pertama bagi anak sejak pertama dilahirkan. Dalam hal ini, orang tua wajib mendidik dan membesarkan anak dengan baik. Memberi pelajaran pada anak tentang berbagai macam hal, seperti berjalan, berbicara, hingga etika dan nilai-nilai sosial yang baik. Anak adalah amanah sekaligus ujian dari Allah SWT. yang sudah sepatutnya dijaga dan diberi hak-haknya sesuai dengan apa yang dianjurkan dalam Islam. Rasulullah SAW menjelaskan bahwa anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci), dan orang tuanyalah yang membuatnya menjadi yahudi, nasrani, atau majusi. Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra.

 

 وَعَنْهُ اَيْضًا اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ قَالَ مَا مِنْ مَوْلِدٍ اِلَّا يُوْلَدُ عَلَى الْفِتْرَةِ فَاَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ اَوْ يُنَصِّرَانِهِ اَوْ يُمَجِّسَانِهِ

 

Dan diriwayatkan dari Abu Hurairah juga, bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: tidak ada seorang manusia yang terlahir kecuali dia terlahir atas fitrah (kesucian seperti tabula rasa, kertas yang belum ditulis apapun, masih putih). Maka kedua orang tuanyalah yang membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani, ataupun Majusi.

Sejalan dengan hadis tersebut dalam Al-Qur`an surah at-Tahrîm ayat 6:

 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ قُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَأَهۡلِيكُمۡ نَارٗا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلۡحِجَارَةُ عَلَيۡهَا مَلَٰٓئِكَةٌ غِلَاظٞ شِدَادٞ لَّا يَعۡصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمۡ وَيَفۡعَلُونَ مَا يُؤۡمَرُونَ  ٦

 

Hai orang-orang yang beriman. Peliharalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu penjaganya malaikat-malaikat yang kasar lagi keras, mereka tidak pernah mendurhakai Allah terhadap apa yang telah diperintahkan-Nya kepada mereka dan mereka selalu mengerjakan apa yang diperintahkan)

Penulis mengambil penjelasan dari Tafsîr Jalâlayn (Jalaluddin As-Suyuti dan Jalaluddin al-Mahalli) di jelaskan maksud ayat di atas: Hai orang-orang yang beriman! Peliharalah diri kalian dan keluarga kalian) dengan mengarahkan mereka kepada jalan ketaatan kepada Allah (dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia) orang-orang kafir (dan batu) seperti berhala-berhala yang mereka sembah adalah sebagian dari bahan bakar neraka itu. Atau dengan kata lain api neraka itu sangat panas, sehingga hal-hal tersebut dapat terbakar. Berbeda halnya dengan api di dunia, karena api di dunia dinyalakan dengan kayu dan lain-lainnya (penjaganya malaikat-malaikat) yakni, juru kunci neraka itu adalah malaikat-malaikat yang jumlahnya ada sembilan belas malaikat, sebagaimana yang akan diterangkan nanti dalam surat Al-Muddatstsir (yang kasar) lafal ghilaazhun ini diambil dari asal kata ghilazhul qalbi, yakni kasar hatinya (yang keras) sangat keras hantamannya (mereka tidak pernah mendurhakai Allah terhadap apa yang telah diperintahkan-Nya kepada mereka) lafal maa amarahum berkedudukan sebagai badal dari lafal Allah. Atau dengan kata lain, malaikat-malaikat penjaga neraka itu tidak pernah mendurhakai perintah Allah (dan mereka selalu mengerjakan apa yang diperintahkan) lafaz ayat ini berkedudukan menjadi badal dari lafal yang sebelumnya. Dalam ayat ini terkandung ancaman bagi orang-orang mukmin supaya jangan murtad; dan juga ayat ini merupakan ancaman pula bagi orang-orang munafik yaitu, mereka yang mengaku beriman dengan lisannya tetapi hati mereka masih tetap kafir.

Orang tua dalam Islam dituntut untuk bersungguh-sungguh membina, memelihara dan mendidik anak-anaknya dengan baik. Tujuannya agar anak-anak tersebut selamat dunia akhirat. Bukan hanya mendidik, terdapat beberapa kewajiban orang tua terhadap anak menurut pandangan Islam yang perlu dipenuhi. Mulai dari memberi nama yang baik, mengakikahkan anak, mengkhitan, memberikan pendidikan agama, mengajarkan salat dan Alquran, Memberi nafkah yang halal, dan menikahkan. Sehinga ketika anak tumbuh dewasa tidak lemah segala sesuatunya. Allah SWT. mengecam keras bagi orang tua yang tidak memperdulikan kewajiban terhadap anak-anaknya, Allah berfirman di dalam surah an-Nisâ` ayat 9;

وَلۡيَخۡشَ ٱلَّذِينَ لَوۡ تَرَكُواْ مِنۡ خَلۡفِهِمۡ ذُرِّيَّةٗ ضِعَٰفًا خَافُواْ عَلَيۡهِمۡ فَلۡيَتَّقُواْ ٱللَّهَ وَلۡيَقُولُواْ قَوۡلٗا سَدِيدًا  ٩

 

Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.

Penulis mengambil tafsîr tahlîlî kemenag RI: Orang yang telah mendekati akhir hayatnya diperingatkan agar mereka memikirkan, janganlah meninggalkan anak-anak atau keluarga yang lemah terutama tentang kesejahteraan hidup mereka di kemudian hari. Untuk itu selalu bertakwa dan mendekatkan diri kepada Allah. Selalu berkata lemah lembut, terutama kepada anak yatim yang menjadi tanggung jawab mereka. Perlakukanlah mereka seperti memperlakukan anak kandung sendiri.

Kemudian jika kita melihat salah satu aturan undang-undang dalam negara Indonesia, kewajiban orang tua terhadap anak diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014. Undang-undang tersebut merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 26 Undang-Undang tersebut mengatakan bahwa kewajiban orang tua terhadap anak mencakup empat hal, yaitu:

  1. mengasuh, memelihara, melindungi dan mendidik anak; 
  2. menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan minat dan bakatnya; 
  3. mencegah anak menikah pada usia dini; 
  4. dan memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti anak. 

Ada nasihat yang perlu kita ambil dari sejarah kehidupan Lukmanul hakim, terutama dalam mendidik anaknya sehingga Allah abadikan di dalam Al-Qur`an surah Lukman. Allah berfirman;

يَٰبُنَيَّ أَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ وَأۡمُرۡ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَٱنۡهَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِ وَٱصۡبِرۡ عَلَىٰ مَآ أَصَابَكَۖ إِنَّ ذَٰلِكَ مِنۡ عَزۡمِ ٱلۡأُمُورِ  ١٧

Wahai anakku! Laksanakanlah shalat dan suruhlah (manusia) berbuat yang ma'ruf dan cegahhh (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian itutermasuk perkara yang penting.” (QS. Luqman/31:17).

Pada ayat ini, Lukman mewasiatkan kepada anaknya hal-hal berikut:

1.      Selalu mendirikan salat dengan sebaik-baiknya, sehingga diridai Allah. Jika salat yang dikerjakan itu diridai Allah, perbuatan keji dan perbuatan mungkar dapat dicegah, jiwa menjadi bersih, tidak ada kekhawatiran terhadap diri orang itu, dan mereka tidak akan bersedih hati jika ditimpa cobaan, dan merasa dirinya semakin dekat dengan Tuhannya. Nabi saw bersabda: “Sembahlah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, maka jika engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihat engkau.” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)

2.      Berusaha mengajak manusia mengerjakan perbuatan-perbuatan baik yang diridai Allah, berusaha membersihkan jiwa dan mencapai keberuntungan, serta mencegah mereka agar tidak mengerjakan perbuatan-perbuatan dosa. Allah berfirman:

Sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu), dan sungguh rugi orang yang mengotorinya. (asy-Syams/91: 9-10)

3.      Selalu bersabar dan tabah terhadap segala macam cobaan yang menimpa, akibat dari mengajak manusia berbuat baik dan meninggalkan perbuatan yang mungkar, baik cobaan itu dalam bentuk kesenangan dan kemegahan, maupun dalam bentuk ke-sengsaraan dan penderitaan.

Pada akhir ayat ini diterangkan bahwa Allah memerintahkan tiga hal tersebut di atas karena merupakan pekerjaan yang amat besar faedahnya bagi yang mengerjakannya dan memberi manfaat di dunia dan di akhirat.

Dalam tafsir M. Quraish Shihab menjelaskan nasihat Luqman di atas menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan amal-amal saleh yang puncaknya adalah shalat, serta amal-amal kebajikan yang tecermin dalam amar makruf  dan nahi mungkar, juga nasihat berupa perisai yang membentengi seseorang dari kegagalan yaitu sabar dan tabah. Menyuruh mengerjakan makruf, mengandung pesan untuk mengerjakannya, karena tidaklah wajar menyuruh sebelum diri sendiri mengerjakannya. Demikian juga melarang kemungkaran, menuntut agar yang melarang terlebih dahulu mencegah dirinya. Itu agaknya yang menjadi sebab mengapa Luqman tidak memerintahkan anaknya melaksanakan makruf dan menjauhi mungkar, tetapi memerintahkan, menyuruh dan mencegah. Di sisi lain membiasakan anak melaksanakan tuntunan ini menimbulkan dalam dirinya jiwa kepemimpinan serta kepedulian sosial.

Terakhir penulis akan menjelaskan boleh atau tidakah seorang guru menerima upah dari muridnya dan bagaimana kewajiban orangtua untuk membayar hal tersebut. Adanya perbedaan pendapat di kalangan ulama ahli hukum, ada yang memperbolehkannya ada juga yang tidak memperbolehkanya. Mayoritas ulama memperbolehkannya dengan alasan dalam beberapa hadits telah dijelaskan beberapa kejadian yang dialami oleh para sahabat dalam menyikapi hal di atas, misalnya seperti yang tercantum dalam hadits shahih berikut: 

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ نَاسًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَوْا عَلَى حَيٍّ مِنْ أَحْيَاءِ العَرَبِ فَلَمْ يَقْرُوهُمْ، فَبَيْنَمَا هُمْ كَذَلِكَ، إِذْ لُدِغَ سَيِّدُ أُولَئِكَ، فَقَالُوا: هَلْ مَعَكُمْ مِنْ دَوَاءٍ أَوْ رَاقٍ؟ فَقَالُوا: إِنَّكُمْ لَمْ تَقْرُونَا، وَلاَ نَفْعَلُ حَتَّى تَجْعَلُوا لَنَا جُعْلًا، فَجَعَلُوا لَهُمْ قَطِيعًا مِنَ الشَّاءِ، فَجَعَلَ يَقْرَأُ بِأُمِّ القُرْآنِ، وَيَجْمَعُ بُزَاقَهُ وَيَتْفِلُ، فَبَرَأَ فَأَتَوْا بِالشَّاءِ، فَقَالُوا: لاَ نَأْخُذُهُ حَتَّى نَسْأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَسَأَلُوهُ فَضَحِكَ وَقَالَ: «وَمَا أَدْرَاكَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ، خُذُوهَا وَاضْرِبُوا لِي بِسَهْمٍ  

Diriwayatkan dari Sahabat Abi Said Al-Khudri Radliyallahu ‘Anhu bahwa sekelompok sahabat mendatangi suatu kabilah dari beberapa kabilah Arab, namun mereka tidak mempersilakan masuk terhadap para sahabat. Hal itu terus berlangsung, sampai suatu ketika pemuka kabilah tersebut digigit (ular), lalu mereka berkata ‘Apakah kalian membawa obat atau adakah orang yang bisa meruqyah?’ Para sahabat pun menjawab ‘Kalian tidak mempersilakan masuk pada kami, kami tidak akan meruqyahnya (mengobatinya) sampai kalian memberikan upah pada kami.’ lalu mereka pun memberikan beberapa potongan kambing sebagai upah, lalu seorang sahabat membaca Surat Al-Fatihah, dan mengumpulkan air liurnya lalu mengeluarkannya hingga sembuhlah pemuka kabilah yang tergigit ular, dan mereka memberikan kambing. Para sahabat berkata, ‘Kami tidak akan mengambilnya, sampai kami bertanya pada Rasulullah.’ Mereka pun menanyakan perihal kejadian tersebut pada Rasulullah, beliau lalu tertawa dan berkata: ‘Apa itu Ruqyah? Ambillah, dan berilah bagian untukku’. (HR Bukhari)  

Dalam beberapa redaksi hadits yang lain, Rasulullah melanjutkan perkataannya kepada para sahabat:  

إِنَّ أَحَقَّ مَا أَخَذْتُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا كِتَابُ اللهِ

Sesungguhnya yang paling berhak untuk kalian ambil upahnya adalah (membaca) kitab Allah. (HR Bukhari).  

Menanggapi hadits di atas, salah satu pemuka ulama Mesir, Syekh Abdullah bin Shidiq al-Ghumari menjadikan hadits tersebut sebagai hujjah atas bolehnya mengambil upah atas bacaan Al-Qur’an, beliau menjelaskan dalam himpunan fatwanya:  

فمن هذا الحديث الصحيح يستفاد أن أخذ الأجرة على القرآن جائزة لأن النبی أقر الصحابة على أخذ الغنم في مقابل الرقية بفاتحة الكتاب وأخذ نصيبه معهم، و عمم الحكم فقال: "إن أحق ما أخذتم عليه أجرا كتاب الله". وهذا أقوى ما يكون في إفادة العموم. وأما حديث: "اقرأوا القرآن ولا تجفوا عنه ولا تغلوا فيه ولا تأكلوا به" فهو حديث ضعيف في إسناده انقطاع، وعلى فروض صحته فالحديث الذي ذكرناه أصح وأقوى، لأنه ثبت في الصحيحين وهذا الحديث في "مسند أحمد"، والمسند لا يختص بالصحيح بل فيه الضعيف كما هو معلوم.

Berdasarkan hadits ini, dapat ditarik kepahaman bahwa mengambil upah atas membaca Al-Qur’an adalah hal yang diperbolehkan, sebab Nabi membiarkan sahabat untuk mengambil kambing sebagai ganti atas bacaan mantra berupa surah Al-Fâtihah dan beliau mengambil bagian (atas kambing tersebut) bersama mereka, lalu beliau mengglobalkan hukum dengan berkata: ‘Sesungguhnya yang paling berhak untuk kalian ambil upahnya adalah (membaca) kitab Allah’. Dalil ini merupakan paling kuat yang mengindikasikan pengglobalan hukum (boleh).

           https://modalmotivasi.blogspot.com/2023/11/manusia-tahu-dirinya.html

 




 

 

 

Sabtu, 03 Juni 2023

KUPAS TUNTAS Idul Adha

Tags

 

" Hakikat kurban adalah menyembelih sifat buruk dalam diri kita "



 IDUL ADHA

`Id secara bahasa artinya `aada, ya`udu artinya kembali, sedangkan adha diambil dari kata adhat berasal dari kata Udhiyyah, artinya kurban. Secara istilah Idul Adha adalah kembalinya bersyukur merayakan hari kemenangan dengan melaksankan ibadah dan berqurban. Dasar pelaksanaannya dalam surah al-Kautsar ayat 2, surah Ibrahim ayat 102-108.

Bulan Dzulhijjah adalah salah satu dari empat bulan haram (dimuliakan), yaitu Rajab, Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. Keutamaaan yang Allah tetapkan di empat bulan haram tersebut adalah dilipatgandakannya pahala bagi seorang yang mengerjakan amalan saleh, sehingga seorang hamba akan lebih giat melakukan amalan kebaikan pada bulan-bulan tersebut. Begitu pula, perbuatan dosa yang dilakukan di dalamnya menjadi lebih besar di sisi Allah, sehingga seorang hamba bisa meraih ketakwaan yang lebih tinggi dari bulan-bulan sebelumnya, dengan semakin menjauhi kemaksiatan-kemaksiatan. Dengan demikian, kebahagiaan, ketentraman, dan keselamatan di dunia dan akhirat bisa terwujud.

Bulan Dzulhijjah sebagai salah satu bulan haram memiliki keistimewaan, di antaranya:

 

A.     KEUTAMAAN BULAN DZULHIJAH

1. Dari Abu Bakrah radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


 

الزَّمَانُ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ، ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ


“Sesungguhnya zaman berputar sebagai mana ketika Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun ada dua belas bulan. Diantaranya ada empat bulan haram (suci), tiga bulan berurutan: Dzulqo’dah, Dzulhijjah, dan Muharram, kemudian bulan Rajab suku Mudhar, antara Jumadi Tsani dan Sya’ban.” (HR. Al Bukhari & Muslim).

 

2. Dari Abu Bakrah radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


شَهْرَانِ لاَ يَنْقُصَانِ شَهْرَا عِيدٍ رَمَضَانُ وَذُو الْحَجَّةِ


“Ada dua bulan yang pahala amalnya tidak pernah berkurang, kedua bulan itu adalah bulan id: bulan Ramadhan dan bulan Dzulhijjah.” (HR. Al Bukhari & Muslim).

 

3.   Dari Ibn Abbas radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ ». يَعْنِى أَيَّامَ الْعَشْرِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ « وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ


“Tidak ada hari dimana suatu amal shaleh lebih dicintai Allah melebihi amal saleh yang dilakukan di sepuluh hari ini (sepuluh hari pertama Dzulhijjah).” Para sahabat bertanya: Wahai Rasulullah, termasuk lebih utama dari jihad fi sabilillah? Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Termasuk lebih utama dibanding jihad fi sabilillah. Kecuali orang yang keluar dengan jiwa dan hartanya (ke medan jihad), dan tidak ada satupun yang kembali (mati dan hartanya diambil musuh).” (HR. Al Bukhari, Ahmad, Abu Daud, dan At Turmudzi)

 

4.  Dari Abu Qatadah radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَه


“…puasa hari ‘arafah, saya berharap kepada Allah agar menjadikan puasa ini sebagai kaffarah satu tahun sebelumnya dan satu tahun setelahnya..” (HR. Ahmad & Muslim)


5.   Dari Uqbah bin Amir radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


يوم عرفة ، ويوم النحر ، وأيام التشريق ، عيدنا أهل الإسلام وهي أيام أكل وشرب


“Hari Arafah, hari berqurban, dan hari tasyriq adalah hari raya kita, wahai kaum muslimin. Itu adalah hari makan dan minum.” (HR. Ahmad, Muslim, Abu Daud, & Turmudzi)

 

6.  Dari A’isyah radhiallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللَّهُ فِيهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ وَإِنَّهُ لَيَدْنُو ثُمَّ يُبَاهِى بِهِمُ الْمَلاَئِكَةَ فَيَقُولُ مَا أَرَادَ هَؤُلاَءِ


“Tidak satu hari dimana Allah paling banyak membebaskan seseorang dari neraka melebihi hari arafah. Sesungguhnya Dia mendekat, kemudian Dia membangga-banggakan mereka (manusia) di hadapan malaikat. Dia berfirman: Apa yang mereka inginkan?” (HR. Muslim, An Nasa’i, dan Al Hakim).

Kita semua mengenal bahwasanya bulan Dzulhijjah adalah bulan kedua belas dan terakhir dari penanggalan kalender Hijriyah. Pada bulan Dzulhijjah juga masyarakat biasa menyebutnya bulan haji karena pada tanggal 9 di bulan ini (dzulhijjah) kaum muslimin yang beribadah haji melaksanakan wukuf di Arafah sementara yang tidak beribadah haji melaksanakan puasa sunnah Arafah. Kemudian pada tanggal 10 di bulan ini umat Islam memperingati hari raya Idul Adha atau kita biasa mengenal dengan hari raya kurban. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,


وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ


“Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh, supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak.” (QS. Al-Hajj: 27-28)

Dalam rangka menyambut bulan Dzulhijjah, umat muslim dianjurkan untuk memperbanyak amal saleh karena pahala dari apa yang kita kerjakan akan dilipatgandakan oleh Allah. Dari Ibnu Umar dari Nabi bersabda, “Tidak ada kumpulan hari yang amal saleh lebih dicintai oleh Allah melebihi amal saleh yang dikerjakan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah).” Para sahabat bertanya: “Tidak pula jihad di jalan Allah?” Nabi menjawab: “Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun.” (HR. Al-Bukhari, Abu Dawud dan Ibnu Majah)

 

B.      B. Amalan-amalan saleh yang dianjurkan pada bulan Dzulhijjah

1.                   1. Puasa Arafah

Puasa Arafah adalah puasa sunah yang dijalankan pada tanggal 09 Dzulhijjah tahun hijriyah. Puasa Arafah dianjurkan bagi umat muslim yang tidak sedang melaksanakan ibadah haji di Makkah. Cara melaksanakan puasa arafah sama seperti puasa sunah lainnya.

Dari Abu Qotadah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 

صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ

 

“Puasa Arafah (9 Dzulhijjah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyuro (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim no. 1162)

2.                  2. Takbir dan Dzikir

 

مَنْ قَامَ لَيْلَتَىِ الْعِيدَيْنِ لِلَّهِ مُحْتَسِبًا لَمْ يَمُتْ قَلْبُهُ يَوْمَ تَمُوتُ الْقُلُوبُ

 

“Siapa yang menghidupkan malam Idul Fitri dan Idul Adha karena mengharap pahala dari Allah, hatinya tidak akan mati pada hari semua hati itu mati.” (HR. Ibnu Majah, no. 1782.)

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Semua hadis tentang hal ini daif. Imam Syafi`i dan ulama Syafi`iyah tetap menganjurkan menghidupkan malam Id, walaupun hadis ini daif karena hadis ini seputar fadhilah amal sehingga tidaklah masalah.” (Al-Majmu’, 5:43)

Imam Syafi`i rahimahullah berkata, “Doa itu dianjurkan pada lima waktu: (1) malam Jumat, (2) malam Idul Adha, (3) malam Idul Fitri, (4) malam pertama Rajab, (5) malam nisfu Syakban.” (Al-Majmu’, 5:43)

Menurut pendapat yang kuat sebagaimana yang dipilih An-Nawawi bahwa bertakbir ketika Idul Adha dimulai sejak : setelah shalat shubuh pada hari Arofah (9 Dzulhijah) hingga shalat Ashar pada akhir hari tasyriq (13 Dzulhijah). Setelah itu takbir tersebut selesai.

Perbanyak dzikir termasuk bertahlil, bertasbih, beristigfar, bertahmid, bertakbir dan memperbanyak doa merupakan suatu amalan yang dianjurkan pada bulan ini, tidak hanya dijalankan pada bulan Dzulhijjah saja tetapi juga dibiasakan pada keseharian hidup kita. Ibnu ‘Abbas berkata, “Berdzikirlah kalian pada Allah di hari-hari yang ditentukan yaitu 10  hari pertama Dzulhijah dan juga pada hari-hari tasyriq.” Ibnu ‘Umar dan Abu Hurairah pernah keluar ke pasar pada sepuluh hari pertama Dzulhijah, lalu mereka bertakbir, lantas manusia pun ikut bertakbir. Muhammad bin Ali pun bertakbir setelah shalat sunnah”

3.                   3. Menunaikan Ibadah Haji dan Umroh

Ibadah haji merupakan salah satu ibadah dari rukun Islam yang kelima, dan wajib dikerjakan oleh setiap muslim bagi yang mampu mengerjakan baik secara finansial maupun fisik.


وَأَتِمُّواْ ٱلۡحَجَّ وَٱلۡعُمۡرَةَ لِلَّهِۚ فَإِنۡ أُحۡصِرۡتُمۡ فَمَا ٱسۡتَيۡسَرَ مِنَ ٱلۡهَدۡيِۖ وَلَا تَحۡلِقُواْ رُءُوسَكُمۡ حَتَّىٰ يَبۡلُغَ ٱلۡهَدۡيُ مَحِلَّهُۥۚ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوۡ بِهِۦٓ أَذٗى مِّن رَّأۡسِهِۦ فَفِدۡيَةٞ مِّن صِيَامٍ أَوۡ صَدَقَةٍ أَوۡ نُسُكٖۚ فَإِذَآ أَمِنتُمۡ فَمَن تَمَتَّعَ بِٱلۡعُمۡرَةِ إِلَى ٱلۡحَجِّ فَمَا ٱسۡتَيۡسَرَ مِنَ ٱلۡهَدۡيِۚ فَمَن لَّمۡ يَجِدۡ فَصِيَامُ ثَلَٰثَةِ أَيَّامٖ فِي ٱلۡحَجِّ وَسَبۡعَةٍ إِذَا رَجَعۡتُمۡۗ تِلۡكَ عَشَرَةٞ كَامِلَةٞۗ ذَٰلِكَ لِمَن لَّمۡ يَكُنۡ أَهۡلُهُۥ حَاضِرِي ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلۡعِقَابِ ٱلۡحَجُّ أَشۡهُرٞ مَّعۡلُومَٰتٞۚ فَمَن فَرَضَ فِيهِنَّ ٱلۡحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي ٱلۡحَجِّۗ وَمَا تَفۡعَلُواْ مِنۡ خَيۡرٖ يَعۡلَمۡهُ ٱللَّهُۗ وَتَزَوَّدُواْ فَإِنَّ خَيۡرَ ٱلزَّادِ ٱلتَّقۡوَىٰۖ وَٱتَّقُونِ يَٰٓأُوْلِي ٱلۡأَلۡبَٰبِ


196. “Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) kurban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum kurban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkurban. Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan 'umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) kurban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang kurban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.”

197. “(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.” (QS. Al Baqarah [2]; ayat: 196-197)

Dan QS. Ali-Imran yat 97, sebagai berikut:

 

وَلِلَّهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلۡبَيۡتِ مَنِ ٱسۡتَطَاعَ إِلَيۡهِ سَبِيلٗاۚ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ ٱلۡعَٰلَمِينَ


(Di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, (yaitu bagi) orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Siapa yang mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha kaya (tidak memerlukan sesuatu pun) dari seluruh alam." (QS. Ali-Imran: 97)

4.                   4. Berqurban

Hari raya Idul Adha atau sering dikenal dengan hari raya qurban, karena pada tanggal 10 Dzulhijjah tersebut, umat Islam berlomba-lomba menyisihkan sebagian hartanya untuk membeli kambing, lembu atau unta untuk disembelih setelah shalat hari raya Idul Adha dilaksanakan dan tiga hari setelahnya atau yang kita kenal dengan hari tasyrik. Udhiyah atau menyembelih hewan qurbah disyariatkan oleh Allah. sebagaiman firman Allah dalam surat al-kautasar/08: 2 “Dirikanlah shalat dan berqurbanlah (an-nahr). Para Jumhur ulama menafsirkan ayat tersebut dengan “Berkurbanlah pada hari Idul Adha (yaum an-Nahr). Udhiyah merupakan bentuk rasa cinta dan ketaqwaan seorang muslim kepada Allah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

 

لَن يَنَالَ ٱللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَآؤُهَا وَلَٰكِن يَنَالُهُ ٱلتَّقۡوَىٰ مِنكُمۡۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمۡ لِتُكَبِّرُواْ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُمۡۗ وَبَشِّرِ ٱلۡمُحۡسِنِينَ


“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik”. (QS. Al-Hajj/22; ayat: 37)

Ibadah kurban sebaiknya dilakukan tiap muslim yang mampu di bulan Dzulhijjah saat perayaan Idul Adha. Dalam hadit dijelaskan, kurban adalah salah satu amalan yang dicintai Allah SWT

 عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « مَا عَمِلَ ابْنُ آدَمَ يَوْمَ النَّحْرِ عَمَلاً أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ هِرَاقَةِ دَمٍ وَإِنَّهُ لَيَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَظْلاَفِهَا وَأَشْعَارِهَا وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ عَلَى الأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا »

Dinarasikan Aisyah, Rasulullah SAW mengatakan, "Tidaklah pada hari nahr manusia beramal suatu amalan yang lebih dicintai Allah SWT daripada mengalirkan darah dari hewan kurban. Ia akan datang pada hari kiamat dengan tanduk, kuku, rambut hewan kurban tersebut. Dan sungguh, darah tersebut akan sampai kepada (ridho) Allah SWT sebelum tetesan darah tersebut jatuh ke bumi, maka bersihkanlah jiwa kalian dengan berkurban." (HR Tirmidzi).

C.      Amalan-Amalan Sunah pada Idul Adha

1.      Mandi Sunah Idul Adha

2.      Menggunakan pakaian terbaik

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kami untuk memakai pakaian terbaik yang kami miliki pada dua hari raya dan memakai minyak wangi” (HR. Hakim)

3.      Memakai wangi-wangian

4.      Tidak makan sebelum shalat Id

Dari ‘Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya, ia berkata,


كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لاَ يَغْدُو يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَأْكُلَ وَلاَ يَأْكُلُ يَوْمَ الأَضْحَى حَتَّى يَرْجِعَ فَيَأْكُلَ مِنْ أُضْحِيَّتِهِ


“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berangkat shalat ‘ied pada hari Idul Fitri dan beliau makan terlebih dahulu. Sedangkan pada hari Idul Adha, beliau tidak makan lebih dulu kecuali setelah pulang dari shalat ‘id baru beliau menyantap hasil qurbannya.” (HR. Ahmad, 5:352. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa hadis ini hasan)

5.      Datang Lebih awal

6.      Berjalan kaki menuju tempat ibadah

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berangkat shalat ‘id dengan berjalan kaki, begitu pula ketika pulang dengan berjalan kaki.” (HR. Ibnu Majah)

7.      Melewati jalan yang berbeda antara pergi dan pulang

Dalam sebuah hadis disampaikan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika shalat ‘Id, beliau lewat jalan yang berbeda ketika berangkat dan pulang.“ (HR. Al Bukhari).

8.      Mengajak seluruh anggota keluarga, baik yang sudah baligh maupun belum.

 

D.     Tata Cara Melaksanakan Sholat Idul Adha

1.      Hukum shalat Id adalah sunnah muakkad.

2.   Shalat Id disunnahkan dilakukan berjamaah. Akan tetapi, shalat Id berjamaah bukan jadi syarat untuk shalat Id, artinya masih dibolehkan shalat Id sendirian.

3.   Shalat Id dilakukan dengan dua rakat, juga shalat Id tidak disyaratkan dilakukan di masjid atau musala.

4.      Bagi yang shalat Id sendirian, maka tidak perlu memakai khutbah.

5.  Jika shalat Id dilakukan di rumah secara berjamaah (dengan istri dan anak-anak), disunnahkan untuk berkhutbah. Karena maksud khutbah adalah sebagai nasihat.

6.    Waktu shalat Id di rumah adalah antara waktu terbit matahari hingga waktu zawal (matahari tergelincir ke barat). Akan tetapi, disunnahkan untuk mengundur waktu shalat Id hingga matahari meninggi setinggi tombak (kira-kira 15 menit setelah matahari terbit).

7.      Tata cara shalat Id sama seperti shalat pada umumnya.

8.      Setelah takbiratul ihram pertama membaca doa iftitah (istiftah) sebagaimana shalat lainnya.

9.   Setelah membaca doa iftitah, melakukan takbir tambahan (zawaid) sebanyak tujuh kali pada rakaat pertama (selain takbir untuk takbiratul ihram dan takbir turun rukuk). Sedangkan pada rakaat kedua, melakukan takbir tambahan sebanyak lima kali (selain takbir bangkit dari sujud dan takbir turun rukuk). Jika takbir tambahan (zawaid) ini hanya sunnah, sehingga kalau luput tidak mesti diulangi. Jika ada makmum yang masbuk saat takbir zawaid, cukup mengikuti sisa takbir yang ada tanpa qadha’.

10.   Setiap kali takbir zawaid disunnahkan mengangkat tangan dan kembali bersedekap.

11.  Di antara takbir zawaid (tambahan), disunnahkan berhenti sejenak sekadar membaca satu  ayat pertengahan. Saat itu bisa membaca takbir atau mengagungkan Allah. Yang paling bagus di antara takbir zawaid adalah membaca: SUBHANALLAH WAL HAMDU LILLAH WA LAA ILAHA ILLALLAH WALLAHU AKBAR.

12. Setelah takbir zawaid, membaca surah Al-Fatihah. Setelah surah Al-Fatihah dianjurkan membaca surah Qaf pada rakaat pertama dan surah Al-Qamar pada rakaat kedua, atau membaca surah Al-A’laa pada rakaat pertama dan surah Al-Ghasyiyah pada rakaat kedua.

13.  Bacaan surah saat shalat Idul Fitri dikeraskan (jahr), begitu pula dengan bacaan takbir.


E.      Syarat sah shalat Idul Adha

1.      Beragama Islam. Shalat tidak wajib bagi orang kafir

2.      Berakal sehat. Sholat tidak wajib bagi orang gila

3.      Sudah balig. Sholat tidak wajib bagi anak kecil sampai dia mengalami mimpi basah

4.      Sudah masuk waktu Sholat. Dikerjakan sesuai dengan waktu pelaksanaannya

5.      Bersih dari darah haid dan nifas

F.              F.   Tata Cara Penyembelihan Hewan Qurban

penyembelihan hewan kurban harus memenuhi empat rukun yaitu

1.      pekerjaan menyembelih (Dzabhu),

2.      orang yang menyembelih (dzabih), penyembelih harus orang Islam

3.      hewan yang disembelih, harus sudah cukup umur (kambing biasa sudah cukup 1 tahun lebih, kambing domba minimal sudah berganti gigi,  sapi/kerbau sudah cukup 2 tahun lebih, onta sudah cukup 5 tahun lebih. Juga sehat, tidak cacat batin atau fisik, tidak berpenyakit.

4.      alat untuk menyembelih, harus ditajamkan.

Para ulama sepakat bahwa semua hewan ternak boleh dijadikan untuk kurban. Hanya saja ada perbedaan pendapat mengenai mana yang lebih utama dari jenis-jenis hewan tersebut. Imam Malik berpendapat bahwa yang paling utama adalah kambing atau domba, kemudian sapi, lalu unta. Sedangkan Imam al-Syafi’i berpendapat sebaliknya, yaitu yang paling utama adalah unta, disusul kemudian sapi, lalu kambing (Ibn Rusyd I:315).


وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ

 

"Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka." (QS. Al-Hajj: 34)

Namun yang lebih penting dari itu, seorang yang hendak berkurban harus memperhatikan kriteria-kriteria dari hewan yang akan disembelihnya. Menurut Musthafa kriteria-kriteria tersebut diklasifisikasikan sesuai dengan usia dan jenis hewan kurban, yaitu:

1.   Domba (dha’n) harus mencapai minimal usia satu tahun lebih, atau sudah berganti giginya (al-jadza’).

2.   Kambing kacang (ma’z) harus mencapai usia minimal dua tahun lebih.

3.   Sapi dan kerbau harus mencapai usia minimal dua tahun lebih.

4.   Unta harus mencapai usia lima tahun atau lebih.

            Sebagaimana terdapat dalam kitab Kifayatul Akhyar,


 ويجزئ فيها الجذع من الضأن والثني من المعز والثني من الإبل والثني من البقر  


Umur hewan kurban adalah Al-Jadza’u (Domba yang berumur 6 bulan-1 tahun), dan Al-Ma’iz (Kambing jawa yang berumur 1-2 tahun), dan Al-Ibil (Unta yang berumur 5-6 tahun), dan Al-Baqar (Sapi yang berumur 2-3 tahun).

Maka tidak sah melaksanakan kurban dengan hewan yang belum memenuhi kriteria umur sebagaimana disebutkan, entah itu unta, sapi maupun kambing. Karena syari’at telah menentukan standar minimal umur dari masing-masing jenis hewan kurban yang dimaksud, jika belum sampai pada umur yang telah ditentukan maka tidak sah berkurban dengan hewan tersebut, jika telah sampai pada umur atau bahkan lebih maka tidaklah mengapa, asalkan tidak terlalu tua sehingga dagingnya kurang begitu empuk untuk dimakan. 

Adapun ketentuan berkurban, seekor kambing atau domba diperuntukkan untuk satu orang, sedangkan unta, sapi dan kerbau diperuntukkan untuk berkurban tujuh orang.

Ketentuan ini dapat disimpulkan dari hadits berikut:


    عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ نَحَرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الْحُدَيْبِيَةِ الْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ  


Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah, “Kami telah menyembelih kurban bersama Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam pada tahun Hudaibiyah seekor unta untuk tujuh orang dan seekor sapi juga untuk tujuh orang.” (Hadits Shahih, riwayat Muslim: 2322, Abu Dawud: 2426, al-Tirmidzi: 1422 dan Ibn Majah: 3123).

Hadits menjelaskan tentang berkurban dengan seekor domba yang dilakukan oleh Rasulullah Muhammad shallallâhu ‘alaihi wasallam:


عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِكَبْشٍ أَقْرَنَ فَأُتِيَ بِهِ لِيُضَحِّيَ بِهِ فَقَالَ لَهَا يَا عَائِشَةُ هَلُمِّي الْمُدْيَةَ (يعني السكين) ثُمَّ قَالَ اشْحَذِيهَا بِحَجَرٍ فَفَعَلَتْ ثُمَّ أَخَذَهَا وَأَخَذَ الْكَبْشَ فَأَضْجَعَهُ ثُمَّ ذَبَحَهُ ثُمَّ قَالَ بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ ثُمَّ ضَحَّى بِهِ.  


“Dari Aisyah radliyallâhu ‘anhâ, menginformasikan sesungguhnya Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam menyuruh untuk mendatangkan satu ekor domba (kibas) yang bertanduk . Kemudian domba itu didatangkan kepadanya untuk melaksanakan kurban. Beliau berkata kepada Aisyah: Wahai Aisyah, ambilkan untukku pisau (golok). Nabi selanjutnya memerintahkan Aisyah: Asahlah golok itu pada batu (asah). Aisyah kemudian melakukan sebagaimana yang diperintahkan Rasulullah. Kemudian Nabi mengambil golok itu dan mengambil domba (kibasy), kemudian membaringkannya, dan menyembelihnya sambil berdoa: Dengan nama Allah, wahai Allah terimalah dari Muhammad dan keluarga Muhammad dan umat Muhammad, beliau berkurban dengan domba itu”. (Hadits Shahih Riwayat Muslim 1967).

Wallahu 'Alam bishowab

 

Referensi

Imam Nawawi, Al-Majmu' Syarh al-Muhadzdzab, jilid 5

Taqiyuddin Abu Bakar Muhammad Al Hushni Al Husaini Ad-Dimasyq, Kifayatul Akhyar, Jilid 2

Ibnu Hajar Al 'Asqalani, Kitab Bulughul Maram, Bab Udiyyah (Qurban)

H. Syaikh Prof. Dr. Muhammad Az-Zuhaily, Al-Mu’tamad fii Al-Fiqh Asy-Syafii, Penerbit Darul Qalam, 1436.

 

PLURALISME DAN DEMOKRASI, DITERIMA APA DITOLAK ?

  " Syariat bisa berubah karena perubahan zaman, tetapi akidah tidak akan berubah"  (Buya Hamka) PLURALISME DAN DEMOKRASI, DITERIM...