MENENTUKAN AWAL BULAN RAMADHAN SECARA SAH
Perbedaan musiman awal puasa dan idul
fitri yg terjadi di wilayah Indonesia bahkan masih terjadi perbedaan waktu di
wilayah masyarakat satu kota/kab. Hal ini membuat masyarakat awam bertanya
tanya dan membuat keresahan di masyarakat. Fenomena seperti ini harus ada
penyelesaiannya agar tidak berlarut larut.
Jika kita buka referensi kitab atau
buku yg menerangkan tentang puasa, banyak sekali pendapat yg menjadi rujukan
untuk menentukan awal bulan puasa. Kita akan menemukan keterangan bagaimana
penggunaan metode ru'yah dan hisab dalam menentukan awal bulan puasa.
Secara khusus, untuk menentukan awal
bulan (hilal) hanya ditemukan dengan jalan metode ru'yah (melihat) tidak dengan
jalan hisab (hitungan). Hal ini sesuai dengan hadits kanjeng Nabi Muhammad Saw :
صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وأَفْطِرُوا
لِرُؤْيَتِهِ، فإنْ غُبِّيَ علَيْكُم فأكْمِلُواعِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِين
“Berpuasalah kamu semua dengan melihat hilal (Ramadhan) dan berbukalah kamu semua dengan melihat hilal (Syawal). Bila hilal tertutup atasmu, maka sempurnakanlah bilangan Syaban menjadi tiga puluh hari.”
Jika ada metode lain selain ru'yah yg digunakan untuk menentukan hilal, maka ini jelas bertentangan atau melengkapi hadis ini dan tidak bisa dijadikan Hujjah Syar'iyyah dalam menentukan hilal (awal bulan).
Salah satu kitab yg membahas puasa
adalah kitab Fathul Mu'in dan I'anah at-tholibin karya Syekh Ahmad Zainuddin
al-Malibari (India selatan) yang bermazhab Syafi'iyyah. Lalu Bughyatul
Mustarsyidin karya
Sayyid Abdur Rahman bin Muhammad bin Husain bin Umar al-Masyhur. Kitab ini
merupakan ringkasan dari kumpulan fatwa para ulama' Fiqih Syafi'iyyah.
Dalam Kitab Fathul Mu’in:
(يجبُ صومُ) شهر (رمضان) إجماعاً، بكمالِ شَعْبان ثلاثين يوماً، أو رؤية عَدْلٍ واحد، وَلَوْ مَسْتوراً هِلالَه بعد الغُروبِ، إذا شَهِدَ بها عند القاضي، ولو مع إِطباقِ غَيمٍ، بلفظِ: أشهَدُ أني رأيتُ الهِلالَ، أو أنَّهُ هَلّ. ولا يكفي: قوله: أشهدُ أن غداً من رمضان. ولا يُقْبَلُ على شهادَتِه إلا بشهادة عدلين،وبِثُبوتِ رُؤيةِ هِلال رمضان عند القاضي بشهادةِ عَدْلٍ بين يدَيْهِ كما مرّ ومع قوله ثَبتَ عندي: يجبُ الصَّوْمُ على جميعِ أهلِ البلدِ المرئيّ فيه، وكالثبوتِ عندَ القاضي: الخبرُ المتواترُ برؤيته، ولو من كُفار، لإِفادته العلم الضروريّ، وظنّ دخوله بالأمارَةِ الظاهرةِ التي لا تتخلّفُ عادة: كرؤيةِ القناديلِ المعلَّقةِ بالمنائِر ويلزَمُ الفاسِقُ والعبدُ والأنثى: العمل برؤيةِ نفسِه، وكذا من اعتقدَ صِدْق نحوِ فاسقٍ ومراهِقٍ في أخبارِهِ برؤيةِ نفسهِ، أو ثبوتها في بلدٍ متحِد مطَلعُه :سَواء أَوَّل رمضان وآخِره على الأصح.
Dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin:
اذا ثبت الهلال ببلد عم الحكم جميع البلدان التى تحت حكم حاكم بلد الرؤية
وان تباعدت إن اتحدت المطالع….
Pada bab puasa ini, secara ringkas akan
ditemukan wajibnya puasa ramadhan dengan kesepakatan ulama:
1. Sempurnanya 30 hari bulan Sya'ban,
atau
2. Melihatnya hilal satu orang adil
yg Mastur (tertutupi keadilannya) setelah magrib (gurub) pada tanggal 29
Sya'ban lalu ia bersaksi dihadapan Hakim "saya bersaksi melihat
hilal" dan hakim menyatakan kebenarannya dg didukung dua orang saksi ketika
sidang.
3. Apabila hakim telah menetapkan bahwa besok telah masuk puasa dengan
kesaksian ru'yah. Maka wajib seluruh masyarakat yang berada di dalam suatu wilayah negara
berpuasa besok hari, meski berbeda daerah (mathla').
Dengan demikian, tidak sah menentukan
waktu awal puasa berdasarkan hisab tanpa ru'yah karena bukan merupakan hujjah syar'iyyah. Hisab hanya digunakan untuk pendukung ru'yah agar berkualitas dan
sempurna. Sesuai dengan keterangan hadits Nabi Muhammad Saw di atas. Jika ada yg
berkenyakin (beritiqad) bahwa penentuan awal puasa bisa dilakukan dengan menggunakan metode hisab maka hasil itu hanya untuk dirinya sendiri bukan untuk orang banyak (tidak boleh diumumkan). Bagi penulis sebagai masyarakat
awam dan fakir ilmu, maka penulis sepakat dan sejalan dengan proses itsbat ru'yahtul hilal yang dilaksanakan di 134 titik lokasi di seluruh
wilayah Indonesia dan disidangkan hasilnya di depan hakim (dalam hal ini Mentri agama)
dalam menentukan waktu awal bulan puasa dan idul Fitri. Bukan taklid
(mengikuti) pada pendapat seseorang atau organisasi yang hanya menentukan hilal (awal bulan) dengan metode hisab saja.
Tulisan ini bukan suatu hal yg pasti
untuk diikuti, namun bisa digunkan untuk referensi menjawab masalah perbedaan
musiman yg terjadi di masyarakat, meski tulisan ini jauh panggang dari api. Semoga
tulisan ini bisa mempersatukan masyarakat yang berada di dalam satu wilayah kota/kab. dan wilayah negara.
EmoticonEmoticon