Sabtu, 16 Maret 2024

4 GOLONGAN TIDAK DIAMPUNI DOSANYA DI BULAN RAMADHAN

Tags

 


" Putusnya Kenikmatan bersama Ramadhan, 

ketika kita memikirkan hal lain selain Ramadahan"


4 GOLONGAN TIDAK DIAMPUNI DOSANYA DI BULAN RAMADHAN


Ramadhan adalah bulan penyucian. Bulan yang Allah berikan khusus untuk umat kanjeng Nabi Muhammad Saw. Saking mulianya bulan ini, Allah tumpahkan semua kebaikan-kebaikan di bulan ini. Dalam satu riwayat dijelaskan bahwa ramadhan memiliki 3 bagian; sepuluh hari pertama Allah turunkan rahmat-Nya, sepuluh hari kedua Allah turunkan ampunannya, dan sepuluh hari ketiga Allah lepaskan manusia dari siksa api neraka. Di antara dalil-dalil yang menunjukkan bahwasannya ramadhan adalah bulan ampunan yaitu hadits riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu:

 

الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ، وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ، وَرَمَضَانُ، مُكَفِّرَاتُ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتُنِبَتِ الْكَبَائِرُ

Shalat lima waktu, mengerjakan shalat jumat kepada shalat jumat yang lain, berpuasa Ramadhan adalah penghapus-penghapus dosa di antaranya jika dijauhi dosa-dosa besar.” (HR. Muslim)

Hadits ini memberikan pelajaran bahwasannya berpuasa pada bulan ramadhan menghapuskan dosa. Begitu juga dalam hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa yang bangun malam shalat Tarawih di dalam bulan Ramadhan karena iman dan berharap pahala, maka diampuni dosanya yang telah lalu” (HR. Bukhari dan Muslim)

 

مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa yang bangun malam pada Lailatul Qadar karena iman dan karena berharap pahala, maka diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari)

            Ketika ramadhan datang maka semua pintu surga dibuka lebar-lebar dan semua pintu neraka ditutup rapat-rapat. Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ

“Apabila Ramadhan tiba, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan setan dibelenggu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Dalam hadis ini para ulama berbeda pendapat dalam mengartikan pintu surga, ada yang mengatakan ril di buka, ada yang mengatakan hanya metapora, Pintu surga itu ada delapan dan itu semua melalui amalan sholeh Ada pintu sholaat, pintu sedekah, pintu haji, pintu zakat, pintu puasa:

 

إِنَّ فِي الْجَنَّةِ ثَمَنِيَاتُ أَبْوَابٍ فِيْهِا بَابُ الرَّيَّانُ يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَا يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ يُقَالُ أَيْنَ الصَّائِمُونَ فَيَقُومُونَ لَا يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ فَإِذَا دَخَلُوا أُغْلِقَ فَلَمْ يَدْخُلْ مِنْهُ أَحَدٌ

Artinya: “Sesungguhnya di surga ada delapan pintu surga di dalamnya pintu yang dinamakan Ar-Rayyan, yang akan dimasuki oleh orang-orang yang berpuasa pada hari kiamat nanti, dan tidak ada yang memasuki melaluinya kecuali mereka. Dikatakan: “Mana orang-orang yang berpuasa? Maka mereka berdiri, dan tidak ada yang memasukinya seorang pun kecuali mereka. Jika mereka sudah masuk, maka pintu itu ditutup, dan tidak ada lagi seorang pun yang masuk melaluinya,” (HR Bukhari, Muslim, At Tirmidzi, Ibnu Majah).

Di samping Allah menumpahkan semua rahmat, maghfirah, serta ampunan untuk manusia di bulan ini, Allah mengunci 4 golongan orang yang dosanya tidak diampuni Allah Swt. kecuali ia bertobat. Penulis kutip dari hadits Imam Tirmizi, dan hadits Imam Bukhari dalam kitab Al-Adabul Mufrad Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu beliau bercerita:

 

 أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَقِيَ الْمِنْبَرَ فَقَالَ : آمِينَ ، آمِينَ ، آمِينَ

“Bahwa Nabi Muhammad Saw. menaiki mimbar, lalu beliau mengucapkan sebanyak tiga kali: Aamiin.”

Dan arti aamiin adalah “Ya Allah, kabulkanlah.” Ini berarti beliau seakan-akan mengatakan: “Ya Allah kabulkan, Ya Allah kabulkanlah, Ya Allah kabulkanlah.” Beliau ketika naik ke atas mimbar mengucapkan itu tiga kali. Lalu beliau ditanya:

 

 مَا كُنْتَ تَصْنَعُ هَذَا

“Wahai Rasulallah, engkau belum pernah melakukan ini sebelumnya. Ada apa?” Maka Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda. Yang pertama:

 

قَالَ لِي جِبْرِيلُ : رَغِمَ أَنْفُ عَبْدٍ دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ فَلَمْ يُغْفَرْ لَهُ، فَقُلْتُ : آمِينَ

“Jibril ‘Alaihis Salam berkata kepadaku: ‘Sungguh sangat merugi seseorang yang ia masuk kedalam bulan Ramadhan lalu tidak diampuni dosanya.’ Kata Nabi Saw: ‘Aku pun mengucapkan: Aamiin (Ya Allah, kabulkanlah).” Tentu aneh, bulan ampunan tapi tidak diampuni.  Lalu yang kedua:

 

 ثُمَّ قَالَ : رَغِمَ أَنْفُ عَبْدٍ ذُكِرْتَ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيْكَ، فَقُلْتُ : آمِينَ

“Jibril ‘Alaihis Salam berdoa: ‘Sungguh sangat merugi seseorang yang disebutkan nama engkau di hadapannya lalu ia tidak bershalawat atasmu.’ Maka aku pun mengucapkan: ‘Ya Allah, kabulkanlah.” Orang yang semestinya disebutkan Nama Nabi Muhammad Saw. di hadapannya dia bershalawat. Dan shalawat amalannya mudah. Menggerakkan lisan, tidak sulit, tetapi dia tidak mau bershalawat atas Nabi Muhammad Saw. Yang ketiga:

 

 ثُمَّ قَالَ : رَغِمَ أَنْفُ عَبْدٍ أَدْرَكَ وَالِدَيْهِ أَوْ أَحَدَهُمَا فَلَمْ يُدْخِلْهُ الْجَنَّةَ، فَقُلْتُ : آمِينَ

“Jibril ‘Alaihis Salam berdoa: ‘Sungguh sangat merugi seseorang yang mendapai kedua orang tuanya atau salah satu dari keduanya lalu ia tidak masuk surga.’ Maka aku pun mengucapkan: ‘Ya Allah, kabulkanlah.” Ada orang yang mempunyai kesempatan masuk surga, yaitu mengurus kedua orang tua, ternyata dia tidak mengurus, akhirnya tidak memasukkannya ke dalam surga. padahal dia mendapati orang tuanya atau salah satu dari keduanya untuk dia berbakti kepadanya, tetapi dia tidak mau berbakti, akhirnya dia tidak masuk ke dalam surga.

Jika penulis mengambil kesimpulan dari salah satu riwayat di atas, maka orang-orang yang tidak diampuni dosanya di antaranya:

1.   Orang yang durhaka kepada orang tuanya.

Sebelum masuk bulan Ramadhan kita biasanya sungkeman. Apabila orangtua kita telah tiada, maka ziarahilah kuburnya. Jangan sampai kita durhaka kepada orangtua. Apakah itu perbuatan syirik? Jelas tidak, syirik itu mengambil suatu benda dan dijadikan seperti Tuhan. Nabi SAW bersabda: "Sesungguhnya dulu aku melarang kalian dari berziarah kubur, maka sekarang ziarahilah kubur, sesungguhnya pada ziarah kubur itu ada pelajaran (bagi yang hidup)." (HR Ahmad). Jadi, kalau ada orang ziarah kubur itu disunnahkan. Kemudian minta maaf sama orang yang hidup sebelum masuk bulan Ramadhan.

2.   Orang yang mengingkari shalawat kepada Nabi.

Rasa cinta itulah yang mendatangkan keimanan kepada Nabi. Bukan hanya ibadah batin yang kita kerjakan, juga ibadah dzahir. Membaca sholawat adalah satu ibadah dzahir yang tidak harus kita ingkari. “buat tapa sholawat kalau perakteknya tidak ada” itu perkataan yang sangat keliru. Dengan banyak sholawat akan masuk ke dalam batin yang sangat dalam, sehingga lambat laun hikmah itu akan masuk dan seseorang akan berubah dengan pasti.

3.   Orang yang memutus tali silaturahmi.

Yang dimaksud memutus tali silaturahmi bukan menjauhi pertemanan, tetapi memutuskan hubungan persaudaraan. Allah dan Rasul-Nya membenci permusuhan. Namun perlu dipahami, kalau menjauhi teman yang buruk atau gemar bermaksiat itu tidak disebut memutuskan silaturrahim.

4.   Orang yang kecanduan (Gemar) minum khamr. Pagi minum narkoba, siang minum narkoba, malam minum narkoba.

Meskipun dia bersedekah dosanya tidak akan diampuni, kecuali ia bertobat. Kalau ada saudara atau teman semacam itu, bujuklah supaya kembali ke jalan yang benar sehingga ia mendapat berkah dan ampunan di bulan Ramadhan.


Semoga Allah Swt. menjauhkan kita dari empat golongan di atas. Ada baiknya sebelum memasuki Ramadhan dan setelah masuk ramadhan kita bersihkan hati, jauhi maksiat, sambung silaturrahim, perbanyak istighfar dan bertobat kepada Allah. Semoga Allah Swt memasukan kita ke dalam golongan orang-orang bertawa.

 

Wallahu A`lam Bish-showab 


Minggu, 03 Maret 2024

MENENTUKAN AWAL PUASA SECARA SAH

Tags

 




"Melalui puasa dan doa dengan ikhlas Allah akan menjawab."


MENENTUKAN AWAL BULAN RAMADHAN SECARA SAH

    Perbedaan musiman awal puasa dan idul fitri yg terjadi di wilayah Indonesia bahkan masih terjadi perbedaan waktu di wilayah masyarakat satu kota/kab. Hal ini membuat masyarakat awam bertanya tanya dan membuat keresahan di masyarakat. Fenomena seperti ini harus ada penyelesaiannya agar tidak berlarut larut.

     Jika kita buka referensi kitab atau buku yg menerangkan tentang puasa, banyak sekali pendapat yg menjadi rujukan untuk menentukan awal bulan puasa. Kita akan menemukan keterangan bagaimana penggunaan metode ru'yah dan hisab dalam menentukan awal bulan puasa.

Secara khusus, untuk menentukan awal bulan (hilal) hanya ditemukan dengan jalan metode ru'yah (melihat) tidak dengan jalan hisab (hitungan). Hal ini sesuai dengan hadits kanjeng Nabi Muhammad Saw :

 صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ، فإنْ غُبِّيَ علَيْكُم فأكْمِلُواعِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِين

“Berpuasalah kamu semua dengan melihat hilal (Ramadhan) dan berbukalah kamu semua dengan melihat hilal (Syawal). Bila hilal tertutup atasmu, maka sempurnakanlah bilangan Syaban menjadi tiga puluh hari.”

    Jika ada metode lain selain ru'yah yg digunakan untuk menentukan hilal, maka ini jelas bertentangan atau melengkapi hadis ini dan tidak bisa dijadikan Hujjah Syar'iyyah dalam menentukan hilal (awal bulan).

    Salah satu kitab yg membahas puasa adalah kitab Fathul Mu'in dan I'anah at-tholibin karya Syekh Ahmad Zainuddin al-Malibari (India selatan) yang bermazhab Syafi'iyyah. Lalu Bughyatul Mustarsyidin karya Sayyid Abdur Rahman bin Muhammad bin Husain bin Umar al-Masyhur. Kitab ini merupakan ringkasan dari kumpulan fatwa para ulama' Fiqih Syafi'iyyah.

Dalam Kitab Fathul Mu’in:


(يجبُ صومُ) شهر (رمضان) إجماعاً، بكمالِ شَعْبان ثلاثين يوماً، أو رؤية عَدْلٍ واحد، وَلَوْ مَسْتوراً هِلالَه بعد الغُروبِ، إذا شَهِدَ بها عند القاضي، ولو مع إِطباقِ غَيمٍ، بلفظِ: أشهَدُ أني رأيتُ الهِلالَ، أو أنَّهُ هَلّ. ولا يكفي: قوله: أشهدُ أن غداً من رمضان. ولا يُقْبَلُ على شهادَتِه إلا بشهادة عدلين،وبِثُبوتِ رُؤيةِ هِلال رمضان عند القاضي بشهادةِ عَدْلٍ بين يدَيْهِ كما مرّ ومع قوله ثَبتَ عندي: يجبُ الصَّوْمُ على جميعِ أهلِ البلدِ المرئيّ فيه، وكالثبوتِ عندَ القاضي: الخبرُ المتواترُ برؤيته، ولو من كُفار، لإِفادته العلم الضروريّ، وظنّ دخوله بالأمارَةِ الظاهرةِ التي لا تتخلّفُ عادة: كرؤيةِ القناديلِ المعلَّقةِ بالمنائِر ويلزَمُ الفاسِقُ والعبدُ والأنثى: العمل برؤيةِ نفسِه، وكذا من اعتقدَ صِدْق نحوِ فاسقٍ ومراهِقٍ في أخبارِهِ برؤيةِ نفسهِ، أو ثبوتها في بلدٍ متحِد مطَلعُه :سَواء أَوَّل رمضان وآخِره على الأصح.

 

Dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin:

اذا ثبت الهلال ببلد عم الحكم جميع البلدان التى تحت حكم حاكم بلد الرؤية وان تباعدت إن اتحدت المطالع….

    Pada bab puasa ini, secara ringkas akan ditemukan wajibnya puasa ramadhan dengan kesepakatan ulama:

1. Sempurnanya 30 hari bulan Sya'ban, atau

2. Melihatnya hilal satu orang adil yg Mastur (tertutupi keadilannya) setelah magrib (gurub) pada tanggal 29 Sya'ban lalu ia bersaksi dihadapan Hakim "saya bersaksi melihat hilal" dan hakim menyatakan kebenarannya dg didukung dua orang saksi ketika sidang.

3. Apabila hakim telah menetapkan bahwa besok telah masuk puasa dengan kesaksian ru'yah. Maka wajib seluruh masyarakat yang berada di dalam suatu wilayah negara berpuasa besok hari, meski berbeda daerah (mathla').

    Dengan demikian, tidak sah menentukan waktu awal puasa berdasarkan hisab tanpa ru'yah karena bukan merupakan hujjah syar'iyyah. Hisab hanya digunakan untuk pendukung ru'yah agar berkualitas dan sempurna. Sesuai dengan keterangan hadits Nabi Muhammad Saw di atas. Jika ada yg berkenyakin (beritiqad) bahwa penentuan awal puasa bisa dilakukan dengan menggunakan metode hisab maka hasil itu hanya untuk dirinya sendiri bukan untuk orang banyak (tidak boleh diumumkan). Bagi penulis sebagai masyarakat awam dan fakir ilmu, maka penulis sepakat dan sejalan dengan proses itsbat ru'yahtul hilal yang dilaksanakan di 134 titik lokasi di seluruh wilayah Indonesia dan disidangkan hasilnya di depan hakim (dalam hal ini Mentri agama) dalam menentukan waktu awal bulan puasa dan idul Fitri. Bukan taklid (mengikuti) pada pendapat seseorang atau organisasi yang hanya menentukan hilal (awal bulan) dengan metode hisab saja.

    Tulisan ini bukan suatu hal yg pasti untuk diikuti, namun bisa digunkan untuk referensi menjawab masalah perbedaan musiman yg terjadi di masyarakat, meski tulisan ini jauh panggang dari api. Semoga tulisan ini bisa mempersatukan masyarakat yang berada di dalam satu wilayah kota/kab. dan wilayah negara.


PLURALISME DAN DEMOKRASI, DITERIMA APA DITOLAK ?

  " Syariat bisa berubah karena perubahan zaman, tetapi akidah tidak akan berubah"  (Buya Hamka) PLURALISME DAN DEMOKRASI, DITERIM...