“Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka ia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya” (HR. Muslim no. 1893)
MAKNA HARI RAYA
Tidak
ada alasan seorang muslim yang tidak bergembira datangnya hari raya, apa yang
menjadi alasan kita tidak bergembira di hari raya?, sebuah alasan yang tidak
bisa dipertanggungjawabkan hingga membuat kita tidak semangat mengisi moment baik
untuk melakukan hal-hal baik di hari raya. Ketika seseorang merasa hari raya
‘id sama saja dengan hari-hari biasa bertanda bahwa dirinya ada yang salah.
Mari sama-sama kita intropeksi diri masing-masing.
Rasulullah SAW telah menegaskan bahwa pada
hari ini umat Muslim dianjurkan untuk bergembira. Dalam salah satu hadis
dijelaskan,
عَنْ أَنَسٍ، قَالَ قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم الْمَدِينَةَ وَلَهُمْ يَوْمَانِ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَقَالَ مَا هَذَانِ الْيَوْمَانِ. قَالُوا كُنَّا نَلْعَبُ فِيهِمَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الأَضْحَى وَيَوْمَ الْفِطْرِ
Hari
raya adalah hari di mana seseorang mampu mengarahkan nafsunya ke arah yang
diperintahkan Tuhan dan Rasul-Nya. Bukan mematikan nafsu, tapi mengarahkan karena
nafsu salah satu anugrah yang diberikan Allah untuk hamba-hamba-Nya. Hari raya
adalah hari di mana kesucian kembali kita nikmati setelah kita tidak sadar mengukir
hidup kita setahun ini dengan tulisan gelap karena bujukan setan dan iblis
terhadap nafsu kita. Setidaknya tulisan hitam masa lalu kita dapat hapus di
bulan suci mulia dan mudah-mudahan di hari raya tulisan putih berawal dan
sampai akhir hidup kita.
Hari raya bukan pulang kampung, hari raya
bukan bersalaman, hari raya bukan baju baru. Hari Raya adalah orang yang hatinya
suci, hatinya bersih, pikirannya positif. Nafas yang keluarpun adalah “Allahu
Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahil hamdu”.
Karena
hari ini adalah hari raya, kemarin adalah hari raya dan besokpun adalah hari
raya. Bahkan setiap hari ketika seorang hamba tidak melanggar perintah Allah
dan Rasul-Nya adalah hari raya baginya. Semakin hari semakin bertambah
penghambaannya kepada Allah adalah hari raya untuknya.
Rasulullah Saw. Bersabda:
مَنْ كَانَ يَوْمُهُ خَيْرًا مِنْ أَمْسِهِ فَهُوَرَابِحٌ. وَمَنْ كَانَ يَوْمُهُ مِثْلَ أَمْسِهِ فَهُوَ مَغْبُوْنٌ. وَمَنْ كَانَ يَوْمُهُ شَرًّا مِنْ أَمْسِهِ فَهُوَ مَلْعُوْنٌ
Artinya, “Siapa saja yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, maka ia (tergolong) orang yang beruntung. Siapa saja yang hari ini sama dengan hari kemarin, maka ia (tergolong) orang yang merugi. Siapa saja yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin, maka ia orang yang dilaknat (celaka).” (HR Al-Hakim).
Oleh karenanya,
momentum hari raya seharusnya menghadirkan semacam kegelisahan diri dan
emosional, perihal bagaimana membaca tahun sebelumnya sekaligus persiapan dan
visi misi yang akan dilakukan pasca idul adha dan idul fitri. Mempersiapkan
dengan lebih baik tentu juga berusaha untuk menjadi orang-orang yang memiliki
catatan hidupnya baik.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Artinya, “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (Surat Al-Hasyr ayat 18).
Imam
Abdul Karim bin Hawazin bin Abdul Malik al-Qusyairi (wafat 465 H) dalam kitab
tafsirnya mengatakan bahwa ayat ini memiliki dua makna takwa, (1) takwa dalam
konteks siksaan (‘uqubah), yaitu Allah akan menyiksa orang-orang yang tidak
taat kepada-Nya, sehingga Ia memerintahkan hamba-Nya untuk bertakwa; dan (2)
takwa dengan konteks spirit baru, yaitu mempersiapkan diri untuk menambah
ketaatan, dengan memperhatikan pekerjaan-pekerjaannya untuk
dipertanggungjawabkan kelak di akhirat.
Untuk mengawali catatan baik di kertas kehidupan, mari kita sambut hari raya idul adha dengan memperbanyak ibadah di 10 hari pertama bulan Dzulhijjah, terutama berpuasa tarwiyah dan arafah. Semoga dengan amalan ini Allah dan Rasul-Nya mencatat kita termasuk hamba-hamba yang baik dan beruntung.
مَا مِنْ أَيَّامٍ أَحَبَّ إِلَى اللّٰهِ أَنْ يُتَعَبَّدَ لَهُ فِيْهَا مِنْ عَشْرِ ذِي الْحِجَّةِ يَعْدِلُ صِيَامُ كُلِّ يَوْمٍ مِنْهَا بِصِيَامِ سَنَةٍ وَقِيَامُ كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْهَا بِقِيَامِ لَيْلَةِ الْقَدْرِ
Artinya: “Tidak ada hari-hari yang lebih Allah sukai untuk beribadah selain sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, satu hari berpuasa di dalamnya setara dengan satu tahun berpuasa, satu malam mendirikan shalat malam setara dengan shalat pada malam Lailatul Qadar” (HR At-Trmidzi).
Artinya: “Puasa Arafah (9 Dzulhijjah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyura (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu” (HR Muslim).
Wallahu
A’lam bis Showab.