Kamis, 09 Mei 2024

MAKNA HARI RAYA

Tags


 “Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka ia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya” (HR. Muslim no. 1893)



MAKNA HARI RAYA

Tidak ada alasan seorang muslim yang tidak bergembira datangnya hari raya, apa yang menjadi alasan kita tidak bergembira di hari raya?, sebuah alasan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan hingga membuat kita tidak semangat mengisi moment baik untuk melakukan hal-hal baik di hari raya. Ketika seseorang merasa hari raya ‘id sama saja dengan hari-hari biasa bertanda bahwa dirinya ada yang salah. Mari sama-sama kita intropeksi diri masing-masing.

 Rasulullah SAW telah menegaskan bahwa pada hari ini umat Muslim dianjurkan untuk bergembira. Dalam salah satu hadis dijelaskan,


 عَنْ أَنَسٍ، قَالَ قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم الْمَدِينَةَ وَلَهُمْ يَوْمَانِ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَقَالَ مَا هَذَانِ الْيَوْمَانِ‏‏‏. قَالُوا كُنَّا نَلْعَبُ فِيهِمَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ‏. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ‏‏إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الأَضْحَى وَيَوْمَ الْفِطْرِ

 

Artinya, “Diriwayatkan dari sahabat Anas, ia berkata, ‘Sekali waktu Nabi SAW datang di Madinah, di sana penduduknya sedang bersuka ria selama dua hari. Lalu Nabi bertanya ‘Hari apakah ini (sehingga penduduk Madinah bersuka ria)? “Mereka menjawab ‘Dulu semasa zaman jahiliah pada dua hari ini kami selalu bersuka ria.’ Kemudian Rasulullah SAW bersabda, ‘Sesungguhnya Allah SWT telah menggantikannya dalam Islam dengan dua hari yang lebih baik dan lebih mulia, yaitu hari raya kurban (Idul Adha) dan hari raya fitri (Idul Fitri),” (HR Abu Dawud). 

Hari raya adalah hari di mana seseorang mampu mengarahkan nafsunya ke arah yang diperintahkan Tuhan dan Rasul-Nya. Bukan mematikan nafsu, tapi mengarahkan karena nafsu salah satu anugrah yang diberikan Allah untuk hamba-hamba-Nya. Hari raya adalah hari di mana kesucian kembali kita nikmati setelah kita tidak sadar mengukir hidup kita setahun ini dengan tulisan gelap karena bujukan setan dan iblis terhadap nafsu kita. Setidaknya tulisan hitam masa lalu kita dapat hapus di bulan suci mulia dan mudah-mudahan di hari raya tulisan putih berawal dan sampai akhir hidup kita.

 Hari raya bukan pulang kampung, hari raya bukan bersalaman, hari raya bukan baju baru. Hari Raya adalah orang yang hatinya suci, hatinya bersih, pikirannya positif. Nafas yang keluarpun adalah “Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahil hamdu”.

Karena hari ini adalah hari raya, kemarin adalah hari raya dan besokpun adalah hari raya. Bahkan setiap hari ketika seorang hamba tidak melanggar perintah Allah dan Rasul-Nya adalah hari raya baginya. Semakin hari semakin bertambah penghambaannya kepada Allah adalah hari raya untuknya.

 Rasulullah Saw. Bersabda:


 مَنْ كَانَ يَوْمُهُ خَيْرًا مِنْ أَمْسِهِ فَهُوَرَابِحٌ. وَمَنْ كَانَ يَوْمُهُ مِثْلَ أَمْسِهِ فَهُوَ مَغْبُوْنٌ. وَمَنْ كَانَ يَوْمُهُ شَرًّا مِنْ أَمْسِهِ فَهُوَ مَلْعُوْنٌ



Artinya, “Siapa saja yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, maka ia (tergolong) orang yang beruntung. Siapa saja yang hari ini sama dengan hari kemarin, maka ia (tergolong) orang yang merugi. Siapa saja yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin, maka ia orang yang dilaknat (celaka).” (HR Al-Hakim). 


Oleh karenanya, momentum hari raya seharusnya menghadirkan semacam kegelisahan diri dan emosional, perihal bagaimana membaca tahun sebelumnya sekaligus persiapan dan visi misi yang akan dilakukan pasca idul adha dan idul fitri. Mempersiapkan dengan lebih baik tentu juga berusaha untuk menjadi orang-orang yang memiliki catatan hidupnya baik.


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ


Artinya, “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (Surat Al-Hasyr ayat 18). 


Imam Abdul Karim bin Hawazin bin Abdul Malik al-Qusyairi (wafat 465 H) dalam kitab tafsirnya mengatakan bahwa ayat ini memiliki dua makna takwa, (1) takwa dalam konteks siksaan (‘uqubah), yaitu Allah akan menyiksa orang-orang yang tidak taat kepada-Nya, sehingga Ia memerintahkan hamba-Nya untuk bertakwa; dan (2) takwa dengan konteks spirit baru, yaitu mempersiapkan diri untuk menambah ketaatan, dengan memperhatikan pekerjaan-pekerjaannya untuk dipertanggungjawabkan kelak di akhirat.

Untuk mengawali catatan baik di kertas kehidupan, mari kita sambut hari raya idul adha dengan memperbanyak ibadah di 10 hari pertama bulan Dzulhijjah, terutama berpuasa tarwiyah dan arafah. Semoga dengan amalan ini Allah dan Rasul-Nya mencatat kita termasuk hamba-hamba yang baik dan beruntung. 



مَا مِنْ أَيَّامٍ أَحَبَّ إِلَى اللّٰهِ أَنْ يُتَعَبَّدَ لَهُ فِيْهَا مِنْ عَشْرِ ذِي الْحِجَّةِ يَعْدِلُ صِيَامُ كُلِّ يَوْمٍ مِنْهَا بِصِيَامِ سَنَةٍ وَقِيَامُ كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْهَا بِقِيَامِ لَيْلَةِ الْقَدْرِ


 Artinya: “Tidak ada hari-hari yang lebih Allah sukai untuk beribadah selain sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, satu hari berpuasa di dalamnya setara dengan satu tahun berpuasa, satu malam mendirikan shalat malam setara dengan shalat pada malam Lailatul Qadar” (HR At-Trmidzi).



 صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِي بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِيْ قَبْلَهُ


 Artinya: “Puasa Arafah (9 Dzulhijjah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyura (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu” (HR Muslim).


Wallahu A’lam bis Showab.

  

PLURALISME DAN DEMOKRASI, DITERIMA APA DITOLAK ?

  " Syariat bisa berubah karena perubahan zaman, tetapi akidah tidak akan berubah"  (Buya Hamka) PLURALISME DAN DEMOKRASI, DITERIM...